This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 21 Februari 2010

Kisah Valentine Terakhir

Rabu, 13-02-2008 11:39:58 oleh: agnes davonar
Kanal: Sastra
Aku pernah bertanya dalam hatiku, apa yang aku cari ketika di hari semua orang memberikan kasih sayang. Sedangkan aku tetap di sini untuk terdiam, bertanya siapa yang akan memberikan aku sebuah coklat ataupun setangkai mawar merah yang artinya aku disayangi. Dan ternyata hingga kini usiaku 20 tahun, tak seorang pun yang memberikan hadiah, namun tahun ini aku mendapatkan sebuah hal yang tak pernah aku pikirkan. Hadiah dari kakekku.



Ia datang menempuh jarak yang cukup jauh dengan sepeda tuanya yang layak untuk dimuseumkan. Bunyi sepeda yang mengiris dengki dan ngilu. Namun ia tetap setia datang untuk memberikan aku sebuah hadiah. Aku membuka pintu utama rumahku ketika ia datang memarkir sepedanya di halaman rumahku. Ia tersenyum menatapku dengan membuka topi tua klasik Cinanya. Usianya yang sudah 70 tahun tampak terlihat dengan rambutnya yang sudah memutih.

"Kakek kok siang siang gini datang , apa ga kepanasan?"

"Ga pa pa. Mana mamamu?" Tanya Kakek

"Dia lagi pergi ke rumah tetangga..?"

"Oh.. ya sudah tak apa? Kamu kenapa tidak kuliah?"

"Ya, ampun kakek ini kan hari libur . Hari Minggu. Kakek pikun ya?"

"Ah.. maaf, Kakek lupa.. ini Kakek ada hadiah kecil untuk kamu?



Kakek memberikan aku sebuah hadiah dalam kotak kecil kusam yang berwarna merah. Tampak dekil dan aku menyentuhnya dengan sedikit jijik lalu membukanya tampak sebuah liontin anting berbentuk bunga matahari perak.

"Apa ini.. ?

"Ini hadiah untuk kamu, Cuma ada satu. Satunya lagi ilang. Ini saja baru kakek temukan pas lagi beres-beres gudang, sayang kalau dibuang. Itu hadiah berkesan kakek untuk kamu.?"

"Hah.. mana jaman aku pake ginian..?"

"Hehehe.. ya simpan saja kalau kamu tidak suka?"

"Oh..kakek mau masuk dulu ga?"

"Kakek mau duduk di teras rumah saja. Kamu ambilkan kakek teh hangat saja?"

"Oo.. ya sudah tunggu ya..!"



Beberapa saat kemudian aku keluar dengan sebuah teh hangat sisa milik ayahku yang sedang pergi bersama ibu. Memberikan teh tersebut di meja teras, menatap wajah kakek yang sedang termenung memandang halaman rumahku yang dipenuhi ikan mas di kolam kecil.

"Kek. Ini air tehnya..!"

"Makasih.. kamu kenapa kok Valentine gini masih di rumah?"

"Hm.. kakek tau Valentine juga ya.. kirain ga ada jamannya!"

"Enak saja. Biar tua gini.. kakek juga pernah muda lah!"

"Oh gitu ya.."



Aku memperhatikan wajahnya yang termenung. Keringat basah yang bercucuran di keningnya terlihat menyatu dengan keriput tua di garis wajahnya. Lalu ia tiba tiba mengajakku bicara.

"Kamu kenapa tidak punya pacar sampe sekarang?"

"Ga tau , Kek. Nasib jelek kali. Emangnya kenapa?"

"Ga pa pa. Kakek juga pernah berpikir sama kayak kamu kok. Tapi jangan cemas Angel. Takdir cinta manusia itu akan selalu ada..!"|

"Lah.. kok bisa ngomong gitu. Kan Angel ga jelek-jelek amat kek. Kenapa masih single ya. Iri deh sama temen temen yang punya pacar di Valentine gini.!!"

"Hehehe.. kakek ada cerita buat kamu. Mau denger..?"



Aku mulai males mendengarkan dongengnya yang selalu kudengar sejak kecil. Namun kesepian dalam rumah juga membosankan. Akhirnya aku terdiam mendengarkan kisahnya saja. Toh tidak ada salahnya.



*****

Di masa lalu.

Albert ( Kakekku) adalah seorang pria pemalu dalam segala hal. Bahkan hingga ia duduk dibangku SMA ia tidak mendapatkan kekasih yang ia inginkan. Namun ia bertaruh dengan seorang rekannya akan membawa seorang wanita di hari Valentine. Ia pun bertekad memamerkan wanita itu pada harinya. Dengan segenap usaha dan waktu yang sempit ia pun mulai mencari-cari. Dari adik kelas yang cantik hingga kakak kelas yang cantik semuanya ia coba cari untuk menjadi pacarnya.

Namun tidak ada satupun yang berhasil membuat hatinya luluh. Wajah kakek tidak jelek-jelek banget untuk menjadi pria jomblo. Ketika ia pulang sekolah dengan sepedanya yang masih ada hingga sekarang ia pake. Bannya kempes karena tertancap paku. Ia pun terpaksa mendorong sepeda itu hingga ke rumah. Di dalam perjalanan. Seorang gadis muda berlari memukul kepalanya dengan keras, wanita itu tampak pucat. Kakek kontan marah

"Ngapain sih kamu pake mukul kepala aku. Sakit tau?"



Gadis itu tampak pucat dan tidak bicara. Ia hanya mengerakkan tangan seperti memberikan sandi kepada Albert untuk mengerti maksudnya.

"Apa sih. Ga ngerti ah.. gila ya kamu?"



Gadis itu terus mengerakkan tangannya. Wajahnya seperti meminta pertolongan. Albert mengira gadis itu tidak waras. Lalu pergi ketakutan. Tapi gadis itu tidak menyerah begitu saja, ia pun menarik lengan baju Albert. Albert pun semakin marah.

"Eh orang cacat ngapain sih ganggu aku. Ngomong aja ga bisa. Uda sana pergi"

Gadis itu terdiam. Ia menangis. Dan Albert menjadi tak enak hati berkata kasar. Lalu berkata

"Emang ada apa sih?" tanya Albert.



Gadis itu menarik tangan Albert untuk mengikutinya. Memasuki sebuah tepi sawah kosong. Ketika mereka tiba. Terlihat seekor anak burung terjatuh dari kandangnya yang terdapat di atas rumah pohon keci. Albert mengerti maksud gadis itu, ia hendak meminta tolong Albert mengembalikan burung kecil itu di atas pohon. Albert hanya berpikir mengapa gadis itu harus peduli terhadap burung kecil yang tak ada artinya tersebut. Untungnya bayi burung kecil itu tidak terluka. Ia selamat ke kandangnya , gadis itu tampak senang. Wajahnya yang sedih kemudian berseri seri.

"Uda kan. Sana pulang..?" ujar Albert.

Albert pun meninggalkan gadis itu begitu saja. Namun gadis itu menempuk badannya dari belakang.

"Kenapa lagi?"

Gadis itu mengambil sebuah tangkai pohon kecil menuliskan sesuatu di tanah liat. Lalu Albert membacanya.

"Nama aku sapa?.. oh nama aku Albert, kamu?" tanya Albert

"Agnes..." tulisan itu berkata

"Oh.. Agnes " ujar Albert



Gadis itu kemudian menuliskan tulisan kembali

"Terima kasih. salam kenal"

"Ok. Sama sama.. aku pulang dulu ya. Kamu pulang sana.. "



Albert berjalan meninggalkan Agnes. Namun Agnes terus mengikuti pria itu. Albert menjadi risih namun tidak berusaha peduli. Ia terus menuntun sepedanya dan gadis itu terus mengikutinya, ia semakin emosi.

"Ngapain sih kamu, ikutin aku terus?"



Gadis itu terdiam kemudian menunjuk rumah di sampingnya. Albert yang tampak marah ikut terdiam memperhatikan rumah di pinggir jalan yang cukup besar.

"Itu rumah kamu?" tanya Albert dan Angel mengangguk tanda ya.

"Oh.. sorry kirain kamu ikutin aku terus. Kalau gitu pulang sana. Aku mau pulang juga!"

Albert memastikan gadis itu telah masuk ke rumahnya, hatinya tenang. Ia tidak berpikir gadis itu jelek namun sayang ia bisu. Andai saja ia tidak bisu ia akan terlihat sempurna. Ketika beberapa meter berjalan. Gadis itu kemudian kembali berlari mendekatinya. Nyaris saja Albert naik pitam namun ketika gadis itu muncul dengan alat pompa ia mulai mengerti kebaikan gadis itu. Albert menatapnya gadis itu yang baik hati. Kemudian mereka berpisah.



Keesokan harinya.

Albert sedikit emosi ketika sahabatnya Hendra tak henti-henti mengejek dia tidak laku. Hari Valentine semakin dekat. Namun ia belum saja mendapatkan gadis impian. Akhirnya ia pun memutuskan bolos dari pelajaran selanjutnya. Ia menarik sepedanya kabur dari sekolah dengan ejekan teman temannya. Ia mengayuh arah sepedanya tampak arah. Kemudian hujan turun. Ia terhenti di sebuah pohon kecil untuk berteduh dari hujan besar tersebut.

"Sialan Hendra , pake ngeledekin gua. Dia ga tau aja cewek impian gua kayak apa. Emangnya gua murahan kayak dia semua juga diembat! Bikin keki aja!"

Ketika ia mengeluh. Hujan tak semakin mengecil namun semakin besar. Tiba tiba muncul Agnes gadis bisu yang ia jumpai dengan sebuah payung berjalan melihatnya. Gadis itu kemudian menyapanya dengan tepukan tangan. Albert yang sedang melamun sedikit kaget ketika melihat Agnes.

"Ngapain lo ujan ujan keluyuran?" Tanya Albert

Kali ini gadis itu tidak lagi terdiam , ia mengambil tas yang berisi buku kecil kemudian menuliskannya.

"Habis pergi lihat burung kemarin. Ingat?"

"Oh. Inget , ngapain dilihatin terus. Emang itu burung kamu?"

"Bukan. Itu burung tak dikenal. Kasian takut jatuh lagi. Dan ternyata tidak. Kamu keujannya ya?" tulisnya

"Ya iyalah emang kalau disini berdiri ngapain?"

"Tunggu ya.. aku pulang ambil payung buat kamu?"

"Hah ga usah.. repotin aja.."



Agnes tersenyum kemudian berlari bersama payungnya menembus hujan lebat. Mungkin ia tidak mendengarkan suara larangan Albert karena hujan besar membisingkan suasana. Beberapa saat kemudian gadis itu kembali dengan pakaian yang basah walau mengunakan payung. Ia tersenyum sambil memberikan payung itu pada Albert.

"Idih. kamu ngeyel amet sih. Uda bilang jangan! Liat deh kamu jadi basah kuyup gitu"

"Ga pa pa.. aku uda biasa. Ini payung pake ya.. aku mesti pulang dulu!"

"Terus aku balikin payung ini gimana?"

"Kamu masih inget kan rumah aku. Ntar kalau sempat kembalikan, kalau tidak sempat ya sudah buat kamu saja!"

"Oh.. ya udah!"

Albert melihat gadis itu berlari menghilang diantara hujan. Ternyata Agnes berlari di sebuah tempat orang lain berteduh. Ia melihat seorang ibu yang terdiam menunggu hujan dengan payung yang ia tidak pakai. Kemudian memberikan payung itu pada ibu tersebut, ia berhenti dijalan tadi sebelumnya ia berkata pada ibu itu untuk meminjam payungnya sesaat karena tidak mungkin ia pulang ke rumah mengambil payung. Lalu payung yang ia gunakan sekarang ia berikan kepada ibu itu. Payung miliknya kini dipakai oleh Albert.

***

Albert menuju rumah gadis itu untuk mengembalikan payung yang ia pinjam hujan lusa lalu. Ia tiba ke rumah yang cukup besar. Namun tampak sepi, ia mengetuk pintu dan kemudian muncul Agnes menyambutnya. Tampak basa-basi Albert mengembalikan payung tersebut. Ia menatap wajah Agnes yang cukup cantik dari kepala hingga kakinya. Dan mulai berpikir.

"Mungkin kalau Agnes aku bawa ke Valentine nanti. Mereka bakal kaget ya. Cantik. Tapi dia kan bisu. Gimana ntar jadi ejekan lagi! "

Ia pun melewatkan angan-angan itu. Dan pergi menuju sekolahnya. Agnes menatap pria itu dengan tersenyum. Melambai-lambaikan tangannya terlihat girang memberikan salam perpisahan. Di sekolah, kembali terjadi perdebatan dengan Hendra

"Bet, Valentine itu besok. Mana cewek kamu?" ledek Hendra dan Albert terdiam sambil berpura pura menulis

"Udalah Bet. Kita tau kok. Kamu homo hahahaha" seluruh kelas tertawa dan Albert mulai tidak tahan

"Aku bukan homo. Aku ada pacar. Namanya Agnes!!"



Seluruh isi kelas yang bising menjadi sunyi mendengar ucapan Albert. Hendra tidak percaya begitu saja.

"Oh.. kalau gitu besok buktikan. Tapi kalau sampe dia ga ada atau lo cuma bohong. Kamu kita anggap homo, semua orang uda pikir gitu juga. Ok!!"

"Ok!!"



Albert terlanjur mengeluarkan janji yang tidak bisa ia pungkirin. Sepanjang perjalanan ia mulai berpikir kesalahan fatal yang ia katakan. Namun tidak ada jalan lain selain menjalankan semuanya dengan terpaksa. Ia pun pergi menuju rumah Agnes. Agnes menyambutnya dengan gembira. Lalu terlihat kaget mendengarkan ajakan Valentin dari Albert.

"Mau ga lo besok ikut Valentine Day di sekolahku?"

"Emang boleh?" tulis Agnes

"Boleh.. tapi janji satu hal ya! Sama aku!"

"Apa?"

"Maaf sebelumnya. Jangan pernah tunjukin ke semua orang kalau kamu itu bisu?"

Wajah Agnes seketika terlihat murung. Namun walau tersinggung ia pun bersedia menyanggupinya. Albert pun mengatur semuanya. Mulai dari semua pembicaran yang tidak boleh menunjukkan ia adalah seorang bisu. Hingga penjemputan dan apapun yang dapat membuatnya tidak malu karena membawa Agnes ke sekolahnya. Hari itu pun ditunggu.



Keesokan harinya.

Albert terpaku ketika menjemput Agnes dengan sepedanya. Gadis itu terlihat cantik dengan gaun putihnya. Ia sedikit terlena melihat Agnes begitu cantik dan sempurna. Ia pun membawanya ke sekolah. Di sekolah telah terlihat semua murid yang membawa pasangan masing-masing. Ketika Albert dan Agnes tiba. Semua mata terpaku tak percaya. Mengapa Albert bisa membawa seorang gadis cantik. Termasuk Hendra. Lawan taruhannya.

"Ini Agnes. Pasangan gua!" kenal Albert pada Hendra yang juga langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.



Kemudian keduanya meninggalkan Hendra dengan perasaan malu karena harus mengakui kehebatan Albert. Pesta berakhir sukses dengan kemenangan Albert. Kemudian Albert dan Agnes dapat pulang dengan senyuman besar. Dalam perjalanan, Agnes menepuk pundak Albert dari sepedanya.

"Kenapa?"

"Mau anterin aku ke rumah pohon burung itu ga?" tulis agnes



Albert pun melaju sepedanya ke rumah pohon tersebut. Ketika mereka tiba. Agnes menangis histeris. Ini pertama kalinya Albert mendengar suara pertama dari gadis itu. Ia menangis karena burung kecil itu terjatuh lagi dan kali ini terluka cukup parah hingga kakinya mengalami luka. Albert dan Agnes tidak dapat berbuat apa apa selain membawa burung itu ke rumah Agnes. Setelah mengobati lukanya . burung itu dirawat di rumah agnes.

"Kamu kenapa begitu peduli sama burung kecil ini"

"Karena burung ini hidup di kandang yang dibuat oleh Kakek untuk aku sebelum meninggal?" tulis Agnes

"Oh.."

Lalu Agnes pun bercerita bahwa ia memang datang ke kampung Kakeknya untuk mengambil barang-barang yang hendak dipindahkan dari rumah kakeknya, jadi ia hanya menikmati liburan di sini. Hingga ayah dan ibunya datang menjemputnya.

"Jadi kamu akan pergi dong?" tanya Albert

"Iya.. kapan-kapan kamu datang ya ke daerah aku di Serang?"

"Hm. Kalau ada waktu datang dong. Kan rumah ini tetap perlu dijaga."

"Iya pasti kok.. lagian aku masih lama disini.. tenang aja!"



Albert pun semakin dekat dengan gadis itu. Ia mulai menjadi dekat dengan gadis itu. Setiap hari mereka selalu merawat burung itu bersama. Hubungan yang semakin dekat dari hari ke hari. Hingga Hendra memergoki Albert bersama gadis itu dan menyadari gadis itu cacat. Ia mulai berambisi membuat malu Albert di seluruh kelasnya.

Ketika Albert pergi ke sekolah dan semua memandangnya lucu. Ia tak mengerti apa yang mereka tertawakan hingga ketika ia tiba di kelasnya. Muncul tulisan.

"PACAR ALBERT ITU CACAT ALIAS BISU. KASIAN DEH"



Albert spontan marah. Dan menghapus tulisan itu, namun semua orang mulai tau. Dan ia pun menjadi malu karenanya. Hendra datang menghampirinya

"Aloh kekasih bisu. Ternyata levermu ama gadis cacat ya hahahaha"

Mendengar ejekan itu . Albert marah dan menghajar Hendra, mereka terlibat perkelahian dan dihukum oleh guru mereka.

Albert yang telah malu, menjadi bodoh sehingga ia mulai berpikir untuk memperbaiki nama baiknya dengan memacari seorang adik kelas yang ia tidak cintai. Mereka pun jadian.

Sementara itu Hendra mengunakan kesempatan ini untuk bertemu dengan Agnes. Ia pun membongkar semua tujuan Albert kepada Agnes.



"Jadi dia deketin kamu cuma buat bikin aku malu karena dia keliatan laku, punya pacar. Padahal dia cuma manfaatin kamu. Mana mau dia sama kamu. Cacat. Bisu gitu"



Agnes berlari menangis mendengarkan kata kata itu. Ia mulai curiga ketika melihat Albert menghilang sejak beberapa hari lalu tanpa pernah menemuinya. Ia tiba di rumahnya penuh air mata. Hatinya terluka. Sedangkan Albert tidak pernah tau jika rahasia tujuananya kepada Agnes telah dibongkar oleh Hendra. Ia memang tak pernah mengunjungi Agnes untuk beberapa hari karena kekasih barunya selalu ingin ditemanin setiap saat.

***

Agnes merawat burung kecil itu hingga kembali normal. Ia pun berpikir untuk mengembalikan burung itu ke rumah kecilnya. Ketika ia mencoba memanjat ke rumah pohon itu ia terjatuh. Albert tiba tiba muncul dan menolongnya. Namun Agnes mendorong tubuhnya dengan wajah marah. Albert menjadi bingung.

"Kok kamu marah, kenapa?"



Agnes tidak berkata apapun. Ia pergi begitu saja meninggalkan Albert. Tanpa sadar ketika terjatuh. Liontin anting yang Agnes pake terjatuh satu di lantai. Albet mengambilnya lalu mengejar gadis itu yang sedang berjalan dengan kaki kesakitan. Albert berusaha memanggil Agnes. Namun ia tidak mengerti mengapa gadis itu marah padanya. Ia pun menghentikan langkah gadis tersebut. Agnes mengeluarkan sebuah tulisan.

"Aku memang cacat. Tapi aku ga bodoh. Aku bukan mainan yang bisa kamu gunakan buat acara Valentine kamu sebagai wanita pajangan! Terlebih buat taruhan kamu sama temen kamu!!"



Albert sontak kaget ketika rahasia yang ia simpan rapat. Ia melihat Agnes menangis dan hatinya merasa tak enak. Lalu membiarkan gadis itu pergi. Ketika gadis itu semakin menjauh ia menyadari kesalahanya. Lalu berteriak

"Nes.. sorry. Sorry!"



Agnes terhenti , namun hatinya terlanjur sakit. Ia pun meninggalkan pria itu seorang diri. Albert menatap liontin anting di tangannya. Ia merasa tidak pantas untuk bicara dengannya. Kemudian kembali ke rumah pohon kecil burung tersebut. Ia pun ingin menembus kesalahannya terhadap Agnes. Rumah pohon itu tampak rusak karena dibangun seadanya. Ia pun ingin memberikan hadian kepada Agnes dengan membuat rumah baru untuk burung-burung yang akan hidup di sana.

Albert pun menjadi sibuk setiap harinya. Dengan penuh perjuangan ia membangun rumah tersebut. Dan berhasil dengan sempurna tiga hari kemudian. Rumah burung di atas pohon itu menjadi indah dan rapi. Ia pun segera menuju rumah Agnes. Agnes sesungguhnya selalu memperhatikan apa yang dilakukan Albert setiap harinya. Ia menyadari laki laki itu tidak seburuk yang ia pikir. Namun ia sadar kepergiannya sesaat lagi akan tiba. Ia pun sadar dirinya yang cacat dan bisu hanya menjadi celahan Albert.

Ia pun meminta pembantunya untuk bilang kepada Albert kalau ia telah kembali ke kampung halamannya. Albert tampak shock mendengarkan kepergian gadis itu begitu cepat. Ia termenung bersalah, kemudian memberikan liontin anting yang dijatuhkan Agnes kepada pembantunya agar diberikan kelak bila bertemu kembali. Dengan air mata yang jatuh membasahi pipi. Agnes pun menatap kepergian Albert penuh duka. Albert pun kembali ke rumah dengan perasaaan sedih.



Beberapa hari kemudian Jepang datang menginvasi Indonesia. Daerah tempat tinggal Albert menjadi salah satu konflik. Ia pun harus segera mengungsi bersama orang tuanya. Sebelum ia pergi ia sempatkan untuk melihat rumah burung kecil di atas pohon. Tampak burung kecil itu menjadi dewasa dan hendak terbang. Dan ia menemukan sesuatu di rumah tersebut.

Sebuah liontin anting yang ia titipkan kepada sang pembantu dan sebuah surat kecil tulisan Agnes.

"Terima kasih atas rumah kecil ini. Kelak mungkin kita tidak akan pernah sadar kita adalah sebuah takdir. Simpanlah satu liotin ini sebagai kenangan terakhir yang bisa kuberikan kepadamu. Jika kita berumur panjang kita akan bertemu, jika tidak biarkan kehidupan lain menanti kita. Satu di hatiku. Satu di hatimu untuk selamanya"

Albert menangis dengan berat hati ia menyimpan liontin tersebut. Dan ia pun mengungsi untuk selamat dari perperangan. Agnes pun menghilang dengan selamanya. Sejak saat itu mereka tidak pernah bertemu. Setelah perang usai. Albert pergi ke Belanda untuk kuliah dan kembali dengan menikahi seorang wanita yang akhirnya menjadi nenek Angel. Ia tak pernah menyadari liontin itu tersimpan dan masih ada hingga ia membersihan isi gudangnya.

*****

Kembali ke masa kini.

Angel tanpa terasa menitikkan air mata ketika mendengarkan kisah kakeknya. Tidak seperti biasa ia selalu mengantuk ataupun beralasan untuk tidak pernah niat untuk mendengar. Kali ini kisah tersebut telah meruntuhkan sanubarinya untuk mendengar kisah tragis cinta tersebut. Hanya satu pertanyaan yang bisa ia berikan kepada sang kakek.

"Kakek apa yang akan kakek lakukan bila bisa bertemu Agnes lagi"

"Itu tidak mungkin.. dia mungkin telah meninggal usia kakek sudah 70an sekarang, ketika dulu ia lebih tua 3 tahun dari kakek. Mungkin telah meninggal. "

"Ya.. jawab dong kalau andai saja!"

"Ok. Kakek mau bilang satu hal sama dia. Kisah Valentine antara kakek dengan dia adalah kisah terakhir yang paling indah dalam hidup kakek. Karena itulah Valentine pertama kakek"



Angel memeluk kakeknya. ia begitu terharu terhadap kisah cinta sang kakek.

***

Beberapa tahun kemudian Angel mendapatkan seorang laki laki yang ia cintai dan akhirnya menikah. Dalam sebuah undangan yang tak terduga, datang seorang wanita tua dengan sebuah tongkat di tangannya bersama sang cucu. Nenek itu mengenakan kalung yang tak asing bagi Angel. Nenek itu memberikan ucapan selamat. Angel hanya memandang nenek itu seperti asing namun tidak pada kalung ya ia gunakan.

Kakek yang duduk di kursi paling ujung. Mendapatkan giliran untuk bersalaman. Kakek melihat dengan jelas liontin yang nenek itu pake. Air matanya terhanyut begitu saja. Sang nenek bertanya kepada cucu itu melalui cucunya yang mengerti bahasa isyarat tangan dari sang nenek.



"Kakek, nenek saya ingin berkata sesuatu pada kakek "

"Apa nak?"

"Kakek sudah tua tak perlu malu menangis di hadapan anak anak muda hehehe" ledek nenek itu

"Siapa nama nenekmu?"

"Agnes.."



Tamat

When Love someone

“Ahhhh, sudah jam 10!!”. Dia merneriaki dirinya sendiri dalam hati. Buat dirinya sendiri jam 10 adalah masih pagi. Sebuah realita yang harus ia kalahkan nantinya saat ia benar-benar berada dalam dunia abu-abu kehidupan. Bermodalkan cuci muka dan gosok gigi, ia sedikit berdandan rapi. Jauh di luar konten idealis dirinya sendiri yang sering kali tampil slengek-an. Berangkat dengan kemeja lengan panjang berwarna abu-abu dan celana jeans warna hitam, sedikit membuatnya tampak gagah. Tapi sendal jepit yang jadi andalan pijakan kakinya tetap menjadi andalan sejati. “Ntar saja pas sudah nyampe”, bisiknya pada diri sendiri. Jam 10, kehidupan jalan tak ubahnya saat sore. Saat semua orang pulang dari aktifitasnya. Geliat kuda-kuda besi di jalanan tak henti-hentinya membuat keadaan semakin sumpek. Ia mengeluarkan henponnya dan lebih memilih mendengarkan radio. “Udah lama banget gak denger radio”,gumamnya.Sebuah lagu dengan lirik berbahasa Inggris menemani perjalanannya saat itu. Yang ia hafal hanya lah bagian lirik lagu “when you love someone,,,,dan bla…bla…bla…”. Konsepnya akustik. “Mungkin band d’cinnamons” katanya. Setengah berusaha ia mengingat lagi band yang berkonsep akustik tersebut. Tapi jalanan yang padat membuatnya tak mampu membuatnya menyimak seluruh lagu tersebut. Terdengar samar-samar di telinga, antara raungan kendaraan yang merepet di jalanan yang sempit beradu dengan suara sang penyiar radio yang secara samar-samar menyebutkan siapa penyanyi yang membawakan lagu tersebut.Sesampainya di tempat yang ia tuju. Berbincang dengan seorang teman sementara. Kemudian ia mengeluarkan laptopnya dan menginstal beberapa software yang sekiranya akan di butuhkan dalam proses aktifitasnya nanti. Dalam proses pendonlotan tersebut, ia membolak-balik sebuah koran nasional hari ini. “Bullshit!!,” bisiknya. Akhirnya dia berpindah ke web broser yang ada di laptopnya. Ia membuka facebook dan melihat beberapa up-date status teman-temannya. “Tak ada yang menarik”, gumamnya. Log out, setelah itu ia membuka beberapa web dari media-media online. “Sama saja!!”.Dia memang agak skpetis dengan beberapa pemberitaan media jaman sekarang. Menurutnya tugas jurnalis di jaman sekarang lebih banyak spekulasi tidak jelas, ketimbang sebagai media yang memberikan informasi. Parahnya lagi media sekarang lebih banyak mengkonfrontir suatu keadaan sehingga lebih sering menimbulkan opini ngawur di kalangan masyarakat. “Media harus bertanggung jawab jika masyarakat Indonesia bertambah bodoh!!”.Begitulah isi hati yang ingin gdisampaikannya ketika tiba-tiba ada seorang wartawan yang datang menanyainya dan memintannya memberikan pendapat tentang sebuah peristiwa yang sekarang tengah terjadi di Indonesia.Sekarang ia menggali informasi lewat gogle. Sesuatu yang bahkan dianggap hampir sama dengan Tuhan, karena ia tahu segalanya. Begitu lah persamaan dari sebagian orang tentang mesin pencari bernama gogle. Setelah hampir cukup lama bergulat dengan gogle, ia mulai mengetikkan beberapa kalimat di lembar microsoft wordnya. Ya, hanya beberapa kalimat yang terdiri dari 4 sampai 5 halaman. Setelah itu terhenti, dan di save. Dan selalu begitu setiap hari, tanpa ada sebuah maksud yang jelas tentang apa yang ia tulis. Jam sudah menunjukkn jam 3 sore. Hampir 5 jam ia bergulat dengan dunia maya dan mengutak-ngatik tulisannya sendiri. “Saatnya pulang!” teriaknya, sehingga membuat orang yang di sekitar yang masih asik dan larut dalam pekerjaanya masing menjadi terkejut. Setelah membereskan setumpuk kertas dan laptopnya ke dalam tas, dan ketika melewati sebuah ruangan ia kembali mendengarkan lirik lagu yang kali ini terdengar jelas baginya “When you love someoneJust be brave to say that you want him to be with you”“Him?”“Ah lagunya terlalu cewek banget”, gumamnya.Setelah itu langkahnya terhenti untuk mendengarkan lanjutan lirik lagu yang membuatnya penasaran “When you hold your love Dont ever let it go Or you will loose your chance To make your dreams come true”Tanpa ia sadari dirinya sendiri dikagetkan oleh sebuah sapaan lembut dari belakang“Permisi, saya mau mengambil henpon saya”, ujarnya sambil menunjuk ke arah meja.Ternyata suara lagu itu memang berasal dari sebuah henpon yang terletak di meja.“Lhoh mas?, di sini juga?” ujar wanita tersebut.Dia terkaget setengah mati, ketika wajah si wanita terlihat jelas.“Oww ya,, ehmm,,”Diam tanpa kata.“Ehmm, pa kabar nih?”, si wanita menjulurkan tangannya.“Baik”, jawabnya singkat tanpa membalas uluran jabat tangan dari si wanita.“Mas kerja di sini ya?”, tanya si wanita.“Heee, gak juga, ni kantornya teman, biasa lah numpang nge-net gratis”, ujarnya dengan senyum setengah hati.“Aku lagi sama temen ku”, katanya sambil menunjuk ke arah pria, “lagi cari koneksi “ katanya. Dengan senyum yang di paksakan.“Aku duluan”, ujarnya sambil melambaikan tangannya kepada si wanita dan berpaling, lalu menghilang.Selama perjalanan, dia masih saja kepikiran dengan lagu itu dan tentu saja si wanita itu.Setahun yang lalu….Mereka pernah bersama-sama, dalam hujan, dalam tawa, dalam susah. Hanya saja dia tak pernah mengucapkan satu kata pun, demi arti sebuah pertemanan saat itu. “When you love someone, just be brave to say”, itu yang selalu terlintas di pikirannya dalam perjalanan pulang.“Git pinjam broadband donk??”. Buat donlot yee, satu aja kok,,hihihi, ujarnya”Donlot apa bung”? Sigit berbalik bertanya“Cuma satu lagu”, ujarnya berbalk lagi.“Lagu apa tu?”, ujar Sigit.“Lagu yang sangat tidak kamu sukai”. Ujarnya lagi sambil mayakinkan bahwa lagu yang akan di donlotnya memang tidak sesuai dengan selera sigit yang lebih suka mendengarkan peter pan.“Apa kata kuncinya”??. Dia tidak tahu itu lagu siapa, tidak tahu judulnya apa, dan dia tidak bertanya kepada si wanita yang pernah di temukannya setahun yang lalu.“D***!!, kutuknya dalam hati.Yang dia tau hanya bagian lirik when you love someone.Dia mulai mengetikkannya di gogle.Setelah membuka-buka, ia menemukan kata Endah N Rhesa-when you love someone “Mungkin yang ini”, bisiknya dalam hati.Klik kanan- open link in new windowIa menemukan sebuah tulisan yang ada penggalan “When you love someone”Secara sangat serius ia memperhatikan lagunya. Ia pun mengetikkan kata tambahan di belakang “when you love someone” dengan tulisan “free mp3”.“Dasar penjahat”, bisiknya pada diri sendiri.Setelah menunggu sekitar beberapa menit, akhirnya proses download pun rampung. Langsung saja ia putar dan masukkan dalam daftar winamp.“Ndiiii,,, modeeemm!,,,”“Oh ya”Dia pun bergegas ke kamar Sigit dan mengembalikan modem tersebut. Hampir selama sejam ia mendengarkan lagu tersebut. Dan hanya lagu yang sama.Pikirannya menerawang beberapa tahun yang lalu. Saat ia berkenalan dengan seorang cewek. Perkenalan yang di mulai karena mereka di tempatkan dalam sebuah tim dalam sebuah project. Project yang lebih khusus pada pengembangan anak-anak tepatnya. Komunikasi yang intens yang terjadi setiap hari, membuat ia merasa mulai menyukai cewek ini. Meskipun wanita ini bukan lah tipenya. “Bersama dalam hujan Untuk melihat satu pelangi yang sama Dan…..”Banyak hal-hal yang di rasanya indah saat bersama cewek itu. “Tapi itu hanya perasaan sementara saja” ujarnya dalam hati. “Ntar kalau project ini udah kelar, perasaan itu juga ilang”. 1 tahun kemudian…..Sekarang hari sudah berkahir. Sang surya sudah mulai menjauh dari langit. Diganti dengan hamparan bintang-bintang yang bertahta di angkasa. Ia sekali-kali melihat henponnya. Bukan untuk melihat jam, tapi seperti menunggu sesuatu. Setumpuk kertas masih bertumpuk di meja kerjanya. Kertas yang berisikan “ide gila” dengan coretan-coretan yang akan merubah garis nasib berjuta-juta anak di negri ini. Setidaknya itulah yang akan di sampaikannya saat presentasi nanti dengan jumawa. “And the truth , I miss you, Yeah the truth is, That I miss you so”.Ringtone henponnya berdering, sepenggal bait dari alunan suara musik Coldplay menjadi ringtonenya. Ia melirik henponnya, satu pesan singkat dari Putri, “Wow, ide lo keren banget. Gw gak bisa kasih jawaban, tapi pak Yusuf pasti akan menyukainya”.“Thanks”, balasnya singkat.Satu pesan lagi masuk, bagaimana kalau bikin perayaanya, ya mungkin dengan sekedar ngopi-ngopi?”.“Sorry, gw mau langsung balik ke kos”, balasnya.“Mmmm, ok, gw tau lo pasti sedang rencanain project berikutnya. Good luck ya J”.Bergegas ia membereskan tumpukan kertas di mejanya, ia mematikan laptopnya, dan menyandang ransel bututnya yang sudah robek. “Kost sweet kost”, bisiknya dalam hati.Di tengah orang-orang sedang berkeluh kesah soalnya panas hari ini, tiba-tiba langit menjadi hitam. “Hujan”?. “Ahhhhh, gombal warming memang aneh”, bisiknya dalam hati sambil tersenyum-tersenyum sendiri. Semua orang yang sedang berhenti di lampu merah memandangnya. Dan dia tiba-tiba berhenti tersenyam-senyum sendiri. “Bisa disangka orang gila gw”.Lampu masih merah, beberapa anak-anak yang berusia sekitar 7 tahun tampak mengadahkan tangannya sambil meminta-meminta. “Tenang nak, mudah-mudahan 5 tahun lagi kalau pemerintahan ini nggak brengsek, lo gak bakalan minta-minta lagi di jalanan”., bisiknya dalam hati dengan semangat yang membara.Lampu hijau!Bebebrapa meter dari lampu hijau, di sebuah coffe shop baru dengan desain minimalis, seorang wanita manis sedang berkutat dengan laptop. Baru saja menyelesaikan kasus kekerasan pada anak. Bekerja sama dengan komnas anak. Si manis ini baru saja mendapatkan promosi. Selain itu ia juga mendapatkan beasiswa untuk gelar doktornya di Dortmund, Jerman. “D*a*n!!”. inikan musim kemarau. Kenapa hujan?, gerutunya. Ia memarkir motornya di depan coffe shop tersebut. Mencoba menghindar dari langit yang sedang tiba-tiba menangis. Harapannya untuk segera pulang ke kost dan leyeh-leyeh tertunda. Ia melirik ke belakang. “Sing coffe shop”. Begitu tertulis brand coffe shopnya. “Hmmmmmfffttt,,, masuk gak ya??”, tanyanya dalam hati.Ia melangkahkan kaki ke dalam coffe shop. Duduk di sebuah pojok.Mengambil sebuah map berwarna biru. Tertulis setumpuk kalimat dalam bahasa Prancis yang tidak ia mengerti. Tapi isi dalam map itu berbahasa Inggris. “Untunglah”, katanya. Meskipun ia tak yakin, karena bahasa Inggrisnya masih payah.Ia membuka lembar demi lembar halaman. Di sana tertulis profil beberapa latar belakang anak-anak yang sedang mengalami nasib kurang menyenangkan. Imigran-imigran gelap dari Afrika yang datang ke Prancis untuk mencari perlindungan. Agar mereka terbebas dari konflik berkepanjangan yang terjadi disana. Ia diundang menjadi salah satu peserta rapat untuk membahas nasib anak-anak ini. “Apa yang seharusnya di lakukan?”. Karena pihak Prancis sendiri sudah kewalahan menghadapi masalah ini. Beribu-ribu anak-anak terlantar datang ke Negara tersebut, dan terkadang kerap masih mendapatkan perlakuan diskriminatif di Prancis. Hanya sekelompok kecil orang yang peduli bagaimana dengan nasib mereka. Itu pun bukan orang Prancis. Karena mereka lebih sibuk membahas tentang cinta dan keromantisan serta bagaimana caranya ikut memanaskan konflik nuklir Iran dengan terus mengembosi PBB. Ia melamun. Sebuah pesan singkat masuk melalui henponnya, terdengar keras dari ringtone. Hampir membuat beberapa orang yang ada di coffe shop tersebut berpaling ke arahnya. Dan termasuk si wanita manis tersebut.“Yah, pulang jam berapa?, Hati-hati di jalan ya Yah”.Seorang bocah berusia 10 tahun, mengirimkan pesan singkat itu kepadanya. Membuatnia tersenyum.“Ayah pasti pulang, sebelum maghrib”, ujarnya membalas pesan itu.Mochammad Amir, nama bocah itu. Seorang bocah cerdas yang hanya dalam waktu satu tahun sudah mampu menguasai bahasa Indonesia. Bocah yang tak mampu lagi berjalan dengan dua kakinya selayaknya manusia normal. Anak kecil tak berdosa yang dinodai dengan hantaman ribuan peluru, dan rudal di sebuah negara konflik.Ia lalu membuka folder my son di laptopnya. Berbagai ekspresi Amir tertangkap dalam ratusan potret kamera.“Dimas??”. Suara itu mengagetkannya. Ada yang memanggil namanya.“H…hiii, Wi”, ujarnya ragu-ragu.“Masih inget aku toh mas?”, ujar si manis.*”Dia masih manggil gw Mas??”*“Hmffftt, yaaa”, seraya mengangkat bahu.“Sendirian aja mas?”.“Ya seperti yang kamu lihat”, senyumnya sedikt sumbang saat itu.“Hmfft bole gabung”, tawar Dewi.“Silakan”, ujarnya singkat.Dewi mengangkat laptop, tas dan beberapa lembar kertasnya dan menaruhnya di mana Dimas duduk. Lalu ia kembali lagi untuk mengambil kopi dan piring kecil yang berisikan croissant. “Kamu gak berubah ya mas?”. Tanya dewi.“Masih dengan kopi favoritnya, sepatu kets adidas, dan celana robek”, ujarnya sambil melirik ke bawah.“Aku mau beli rokok dulu”, ujar Dimas singkat. “Dan rokok!”, sambung Dewi sambil terkekeh.Dimas hanya tersenyum kecut. Ia beranjak dari kursi dan melangkahkan kakinya ke bagian kasir untuk membeli sebungkus rokok putih favoritnya.Mereka duduk berdampingan. Secara tak sengaja Dewi melihat foto bocah berusia 10 tahun yang ada di laptop Dimas. Ia melihat sebuah file dengan tulisan, Amir Birthdays. Lalu ia membalikkan foldernya, tertulis “ My Son”. Dimas kembali ke mejanya.“Hmmfffttt, sorry tadi aku buka, folder di laptop mu”. “That’s okay”.“So,,, itu anakmu”?.“Yup”.“Heyyy, ibunya dimana?”Dimas menghela nafas sesaat. “Ibunya sudah meniggal”, ujarnya singkat.“Upps, sorry”, katanya sambil memegang mulutnya. Sebuah ekspresi yang masih sama satu setengah tahun yang lalu, ketika Dewi meminta maaf atas sesuatu.“Gak apa-apa, nyantai aja”. “Mmmm,,, kalau bole tau, “kenapa?” “, lanjut Dewi.“Perang”.“Hah?, perang?, mana ada perang di Indonesia”?.“Prasaan gak ada perang di Indonesia”, lanjut Dewi penasaran.Ringtone dengan sepotong lirik dari Endah N Rhesa “When you love someone”, berdentang. Dewi melirik ke arah Dimas. “Kamu….”“Coba liat folder ini”, ujar dimas, sambil membuka sebuah folder yang bertuliskan “Secret”.Dimas beranjak dari kursinya dan mengangkat henponnya yang berdering.`````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````Canda tawa menjadi bumbu dalam pertemuan mereka setelah satu tahun lamanya tak bertemu.“Oh ya Mas, kamu masih punya lagunya Endah N Rhesa, when you love someone”, kalau tidak salah……..”Ya, akhirnya aku download lagu itu dan jadiin ringtone hp”, ucapnya memotong pembicaraan Dewi.“Kalau seinget aku, waktu itu kamu,,,,”“Ya itu di kantornya Wawan waktu itu ya?”.Sebenarnya kedua insan ini terlihat sangat canggung berbicara berdua. Hanya candaan garing yang membuat mereka sesekali tertawa dan tersenyum. “Hmmmm, o ya waktu dulu kita pernah satu tim, kamu pernah cinlok gak seh mas”?.“Haha kamu ada-ada aja”.“Ya, sama Gilang misalnya atau Rani mungkin”“Gak mungkinlah”, ujarnya pendek.“Massssaaaaa ssiiihh,,,”, ujar Dewi ekspresi jahil.“Ganti topik aja dehhh”, ujar Dimas.“Gimana dengan kerjaan mu,,,,”, Dimas berbalik bertanya.Dewi mengambil alih laptop Dimas dengan sepihak. Ia mengontrol mouse, dan membuka folder “Writing” – “story” – “try to make love story”. “Ini!” ujarnya, sambil menunjuk ke sebuah file Microsoft bertitle “When you love someone”.“Itu kan cuma cerita”, biasalah cerita fiksi, dan,,,,,,,,“Tapi kamu pakai namaku, dan ceritanya nyata mas”, Dewi kali memotong pembicaraan Dimas.“Ini bukan fiksi!”. Lanjutnya.“Tapi,,,,,”“Kenapa kamu gak pernah bilang mas, kenapa, kamu gak pakai filosofis lagu yang kamu sukai “when you love someone”, “kenapa?”. Ekspresi Dewi, kali ini berubah.“Ah udah deh, ngapain kita berdebat soal ini, semuanya bisa terjadi pada semua orang kan”?, bantah Dimas, untuk menghentikan pembicaraan ini.Keduanya terdiam. “So,,?”, tanya Dimas.“Aku harus bilang sekarang dan lagi?”, lanjutnya.“Jarak Prancis dan Jerman tidak terlalu jauh kan?”, ketus Dewi dengan gaya cueknya.Sekarang dua tangan itu kembali bersatu. Sebuah romansa yang memungkinkan.
BE MY VALENTINE
Sekali ini saya sudah tidak tahan lagi. Sungguh, kelakuan Raynold telah melampaui batas akal sehat dan hati saya untuk menerima dan mengalah. Dengan keyakinan pasti saya melangkah ke mejanya dengan gelas berisi es jeruk di tangan lalu menuangkan es jeruk itu di kepalanya. Raynold kaget, seisi kantin lebih kaget lagi. Saya cuek.
"Biar otak kamu lebih adem Ray, ga selalu panas bila melihat saya." dengan santai saya meninggalkan Ray yang berlumuran es jeruk ditingkahi tawa anak-anak yang siang itu tengah mengisi perut di kantin. Saya sudah tidak peduli lagi. Hati saya kesal bukan main. Ya Ray, kali ini dirimu kena batunya. Jaga mulutmu! Ini Tahun baru, maaf, sikap saya pun harus baru padamu. Tak mau saya menerima omongan pedasmu lagi. Tak mau saya disindir dan dilecehkan lagi. Siapa sih dirimu? Bukan apa-apa saya. Saya bahkan tak mengenalmu. Yang saya tau, dirimu selalu merasa tidak nyaman bila berdekatan dengan saya. Mengapa? Saya bahkan tidak mengenalmu.

***

Saya sendiri tidak ingat sejak kapan perseteruan antara saya dan Ray dimulai. Seingat saya, sejak menginjakan kaki di kampus ini sebagai mahasiswi, Raynold sudah membenci saya. Entah apa yang telah saya perbuat sehingga dia begitu kejam setiap kali melihat saya. Kata-kata pedis yang keluar dari mulutnya membuat kuping saya panas, hati saya ikut panas. Namun saya masih memaafkannya, dia tidak tau apa yang diperbuatnya. Karena saya, sama sekali tidak tau apa kesalahan saya. Kami bahkan tidak saling kenal!! Bayangkan, dua orang yang saling tidak kenal, namun Ray seakan telah memupuk kebencian pada saya jauh sebelum kami bertemu di kampus ini.

Tidur-tiduran sore di kamar kost saya yang cukup luas membuat saya kembali pada kejadian siang tadi. Kejadian di kantin, ya .. entah dari mana keberanian itu datang. Keberanian itu paling tidak telah membuka mata seorang Raynold, bahwa sikap diam saya selama ini bukan karena saya pasrah pada ejekan-ejekannya, melainkan saya lebih memilih untuk mengalah. Namun cukup sudah, ya .. cukup sudah dia berjaya dengan hal yang saya sendiri tidak tau kejelasannya. Kesalahan saya dimana?! Kami, sekali lagi, tidak saling mengenal! Ugh, bila saya mengingat semua kata-kata busuknya, ingin rasanya saya tadi tidak sekedar menyiraminya dengan es jeruk, melainkan dengan tamparan keras di pipinya. Cowok kok bermulut wanita!

Ketukan di pintu kamar membuyarkan semua lamunan saya.
"Ya .. siapa?!" tanya saya dari dalam. Malas rasanya diganggu sore-sore begini setelah pagi tadi hingga siang saya harus mengikuti kuliah. Capek.
"Ju .. ada temanmu datang." eh suara mbak Rika, penghuni kost tertua di tempat ini, usianya menginjak kepala tiga, namun belum menikah. Saya meloncat dari kasur dan membuka pintu.
"Teman saya mbak? Siapa? Si Mine? Atau ..." mbak Rika tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Loh, ada apa ini.
"Sudah sana temuin .. masa cowok cakep gitu dibiarkan nunggu lama Ju? Rugi dong hehehe ... dah ya, mbak mau ke kamar dulu .." saya terkejut. Cowok? Dalam sejarah saya menjadi penghuni kost ini, belum ada satu teman cowok saya yang pernah bertamu ke sini. Dan sore ini, saya kedatangan tamu seorang cowok? Setelah sisiran dan merapihkan baju saya menuju teras depan kost. Dan apa yang saya lihat di sana? Raynold! Duduk dengan gagahnya di bangku teras ... gagah? Saya merutuki diri sendiri. Cowok banci seperti itu kok gagah? Uhm, mau rasanya kembali ke kamar, tak perlu meladeninya. Tapi hati kecil saya memaksa saya untuk duduk dan bicara.

Raynold mengalihkan pandangannya dari jalanan ketika menyadari kehadiran saya di situ. Tampang jahilnya selama ini entah disembunyikan di mana.
"Hai Ju .. maaf sore-sore begini mengganggu waktumu." eh? Apa tak salah? Dia mengenal kata sopan santun juga rupanya. Saya duduk di hadapannya. Mencoba membangun benteng pertahanan yang kuat. Ray telah saya anggap musuh. Saya harus siap.
"Ga pa pa. Ada perlu apa Ray?" tanya saya to the point. Terus terang, gerah juga rasanya duduk berdua dengannya. Kenapa di saat-saat begini, Raynold malah keluar gentlenya? Huh, kembali saya merutuki diri sendiri.
"Well, kamu mungkin sudah tau, kedatangan saya kemari untuk apa. Saya ingin minta maaf Ju. Atas semua kesalahan saya selama ini." saya, terus terang tidak kaget mendengarnya. Setelah dia berbuat salah, seharusnya memang meminta maaf kan? Saya menarik napas panjang.
"Yup, ga pa pa kok Ray, sudah saya maafkan. Saya juga minta maaf, siang tadi ga bisa mengontrol emosi ... sudah terlalu lama saya tahan marah itu." kali ini saya berkata jujur. Ya, saya juga salah.
"Tidak Ju, kamu ga salah apa-apa. Saya lah yang bersalah dan bermasalah. Yea .. mungkin kamu akan bilang saya ini abnormal. Saya terima kok dibilang begitu." saya hampir tertawa mendengarnya. Abnormal? Sama dengan gila kan? Hanya karena kejadian demi kejadian selama ini, saya menganggapnya gila? Tak mungkin, sama sekali ga ada pikiran seperti itu di dalam kepala saya, yang ada hanya rasa heran dan kesal.
"Uhm, ada-ada saja kamu Ray. Kenapa saya harus menganggap kamu gila sih?" kata saya lagi. Ray mengusap wajahnya, mengacak pelan rambutnya. Demi Tuhan, tampan sekali dia. Segera saya tepis pikiran itu.
"Karena saya ... uhm ... karena saya mencintai kamu, sejak pertama kali melihatmu di kampus. Dan cinta saya bertambah setiap kali melihat ekspresi marah dan kesal dari wajahmu. Sungguh .. saya .. ah, sudahlah .. kamu toh akan menganggap saya gila .." saya, mungkin juga siapa pun yang mendengar ini akan mendapat serangan jantung seketika. Saya betul-betul kaget mendengar pengakuan seorang cowok. Cowok yang justru selama ini telah membuat hari-hari saya panas bagai di neraka.
"Ray, saya tidak tau harus bilang apa sekarang ... saya ..." kata-kata saya tak berarah, tak bertujuan. Saya tatap matanya. Namun tak lama ... mata itu begitu tajam menusuk relung-relung hati.
"Saya ga memaksa kamu untuk menerima cinta saya yang aneh ini Ju. Saya sadar, kita bahkan tidak saling berkenalan secara formil ... yang jelas, ini adalah kata hati saya yang sesungguhnya, saya aneh ... saya pamit .. Assalamualaikum." saya terperangah ...
"Wa'alaikumsalam Ray ..." saya tatap punggungnya yang menjauh, hilang di dalam mazda hitamnya. Saya menarik napas panjang .. lagi dan lagi .. Ray, hidup saya seakan terbebani dengan hal-hal yang kamu tawarkan.

***

Mata Farah, sahabat saya terbeliak. Baru selesai cerita saya padanya tentang kedatangan Raynold kemarin. Termasuk tentang cinta Raynold.
"Hah?!!! Edan apa si Raynold! Huh .. tapi .. cakep sih Ju." Farah mengedipkan matanya. Saya tertawa menanggapinya.
"Trus kamu jawab apa? Suka juga? Jangan deh Ju, kasih dia waktu dong. Masa sehabis perang langsung merit? Ga lucu tauk!" saya memukul pundaknya. Gemas sekali mendengar celotehnya.
"Uhm .. saya ga tau. Kita lihat saja nanti deh .. oke?" Farah mengangguk setuju. Kita berdua tersadar saat melihat jam, hampir saja terlambat mengikuti kuliah. Bergegas kita menuju kelas. Perhatian saya, tidak bisa terfokus pada mata kuliah yang diberikan. Pikiran saya, hati saya melayang tak menentu di udara bebas. Yang kesemuanya berakhir pada sosok Raynold. Pada wajahnya di sore kemarin, tampan dan gentle.

Pulang kuliah, saya dah Farah berniat langsung ke Gramedia, mencari novel atau buku-buku bagus. Sudah kebiasaan kami untuk saling share dalam soal buku dan novel. Belinya kadang patungan. Namun hasil akhir dari buku-buku tersebut adalah di rak buku kamar saya. Alasan Farah, di rumahnya masih ada adik nya yang suka mengobrak abrik kamar milik gadis bermata coklat itu. Saya, yang memang menyukai novel, buku, majalah dan sejenisnya enjoy saja dengan semua itu. Toh saya lebih beruntung, karena bila ingin membaca, tinggal mencari di rak buku.

Saat kami berdua sedang menunggu angkot itu lah, mazda hitam berhenti tepat di depan kami. Ah, pasti Raynold. Betul, itu memang Raynold. Dia turun dari mobil, menghampiri kami berdua.
"Hai Ju, hai Farah ..." Farah menginjak kaki saya keras. Aduh, sakitnya.
"Hai Ray .." balas saya santai.
"Mau kemana?" tanya Raynold. Belum sempat saya menjawab, Farah telah mendahului saya.
"Ke Gramedia .. dari tadi ga ada angkot yang lewat. Kalau pun ada, terlalu penuh ... " Ray mengangguk-angguk.
"Kalau gitu sekalian sama saya saja yuk?! Biar saya antar ke Gramedia." tawaran yang so so sweet. Farah langsung setuju. Saya masih bimbang. Haruskah? Haruskah saya menerima niat baik Raynold? Tak perlu berpikir lama, karena Farah telah menyeret saya untuk masuk ke mobil Raynold. Saya, antara sadar dan tidak duduk berdua Farah di belakang. Saya tau, sesekali dari spion Raynold melempar pandangan matanya ke saya. Saya pura-pura tidak tau saja. Farah, lagi lagi menginjak kaki saya. Oh please Farah, bisa memar kaki saya diinjak-injak terus dari tadi.

Di Gramedia kami hanya sebentar. Buku yang dibeli Farah adalah novel karya Sidney Sheldon, Nothing Last Forever. Well, saya juga menyukai buku tersebut. Sepulang dari Gramedia Raynold tidak langsung mengantar saya dan Farah, melainkan mengajak kami makan. Menawarkan sebuah kebaikan lagi? Saya pasrah, Farah sangat tidak bisa menolak bila digratisin.
Saya lebih memilih gado-gado dan es jeruk. Melihat es jeruk, ekspresi Raynold jadi aneh. Memori saya mengajak saya bermain dengan kejadian dua hari lalu di kantin sekolah. Betapa kejadian saat ini begitu bertolak belakang dengan kejadian dua hari lalu itu.
"Ehm .. Ju, kamu ga akan menyirami saya dengan es jeruk lagi kan?!" canda Raynold membuat Farah dan saya tertawa.
"Tidak, tentu saja tidak ... " jawab saya disela-sela tawa.
"Oh, syukurlah!" kami pun mulai makan. Lagi-lagi Raynold melemparkan pandangan matanya pada saya. Jangan tuntut saya dengan mata kamu Ray, saya belum bisa menjawab apa-apa. Saya tak mampu memberi harapan padamu, pada cinta siapa pun jua. Saya belum yakin, mampukah saya mencintai seseorang? Siapa pun dia, dirimu atau cowok lain, saya belum yakin. Saya belum pernah mencintai. Setelah mengisi perut kami pun pulang. Raynold, dengan sengaja atau tidak, mengantar Farah terlebih dahulu.
"Oke Ju, saya duluan yah" kata Farah sembari turun dari mobil. Saya menjadi kalut seketika. Semobil berdua Raynold?
"Uhm .. Ju .. pindah ke depan yuk, masa duduk sendiri di jok belakang?" sudah saya duga, kejadiannya akan seperti ini. Saya turun dari mobil, masuk lagi dan duduk di depan, bersebelahan dengan Raynold. Duduk diam membisu sampai mobil Raynold kembali membelah jalanan.
"Uhm .. Ju." kebiasan Raynold yang saya catat hari ini, berbicara dengan kata Uhm terlebih dahulu. Gugup kah?
"Ya saya?" saya menoleh, dia tetap menatap ke depan, ke arus lalu lintas yang ramai.
"Saya mau tanya, tentang .. uhm .. tentang perasaan Ju, terhadap saya." saya menelan ludah. Cowok ini, penuh kejutan. Apakah membiarkannya hidup di dalam hati saya akan membuat saya bahagia?
"Perasaan saya? Maksut Ray .. jawaban saya pada cinta Ray kan?" tebak saya. Raynold mengangguk pasti.
"Saya masih belum bisa Ray. Belum bisa menjawab sekarang. Apalagi memberi janji sekarang. Kita lihat saja nanti yah?" jawaban yang sama saya berikan pada Farah. Raynold mengangguk lagi.
"Oke ... saya tunggu ... saya akan selalu tunggu ... ngomong-ngomong, liburan ini kamu mau kemana? Mudik ke Surabaya? Atau ke Solo, ke tempat mbah?" saya terperanjat. Lagi-lagi cowok ini mengejutkan saya. Dari mana dia tau tentang keluarga saya?
"Maaf .. jangan kaget dulu dong. Saya mencintaimu Ju, saya juga harus mencintai keluarga kamu ... Jangan dikira selama ini, selama saya mengejek kamu itu, saya diam-diam saja. Saya mencari tau semua informasi sedetailnya tentang dirimu ..." ya Tuhan. Dia sungguh aneh, namun tidak gila.
"Boleh .. kenapa tidak boleh mencari tau tentang saya? Seperti asl pls dalam berchating kan?" dia tertawa, memamerkan barisan giginya yang putih. Mobil memasuki ujung jalan kost. Kemudian berhenti tepat di depan kost-an saya.
"Makasih Ray atas hari ini." kata saya tulus. Dia menggeleng.
"Apa yang saya lakukan ini karena cinta ... jangan ada kata terima kasih. Saya ga minta pamrih ... saya hanya menunggu jawaban hati kamu ..." saya mengangguk dan turun dari mobil. Mazda hitam itu melesat pergi. Saya pun melangkah masuk.

Memasuki kamar saya, hati saya tertambat pada sebuah boneka panda besar yang diletakkan di atas kasur. Dari siapa? Cepat-cepat saya meraihnya, mencium harumnya panda biru itu. Ada secarik kertas yang menempel di lehernya. Tulisan tangan, tak begitu bagus, namun kata-katanya bagus.

Ju,
Ini untukmu .. saya, Ray

Ah, dari dia ... jadi ... kapan dia membawanya kemari? Saya menoleh ke pintu begitu mendengar suara pintu dibuka. mbak Rika dan Mila.
"Hei, dah pulang? Tadi si .. siapa namanya? Oh Ray, ngantar itu kemari. Katanya buat kamu Ju. Ehem ehem ... cakep loh Ju ... time to get love now! Jangan ngejomblo terus hihihi, lagian bulan depan kan Valentine Ju .." ceracau Mila membuat saya tersadar, ini lah aksi cinta Raynold. How sweet yah?
"Iyah Ju, terima saja. Mbak lihat dari matanya, dia serius sama kamu. Lagian apa salah nya mencoba sesuatu yang baru?" mbak Rika menimpali. Saya terdiam. Mencoba sesuat yang baru? Andai saya mereka tau, Raynold itu bukan sesuatu yang baru, dia musuh ... musuh dalam selimut cinta, atau cinta dalam selimut musuh ... whatever.
"Ah, dia teman kok. Teman kuliah. Bukan hal baru kan?" jawab saya.
"Kalau gitu mah terima saja Ju ... " ujar Mila lagi. Saya butuh waktu!
"Uhm ... nanti deh .. saya kan harus pikir-pikir dulu .. oke?" kata saya lagi. Semenit kemudian mbak Rika dan Mila meninggalkan kamar saya. Saya sendiri, mengunci kamar dan terbaring di atas kasur. Memeluk panda biru itu disamping saya. Blue Panda .... saya jatuh tertidur.

***

Keesokan pagi, bayangkan, keesokan paginya saya baru bangun. Masih dengan pakaian kuliah. Betapa joroknya saya. Tertidur .... dengan panda dalam pelukan, lelap. Perut saya berbunyi. Bahkan saya tidak bangun saat makam malam tiba. Saat keluar kamar, mbak Rika menyapa saya di ruang makan. mbak Rika, menyelesaikan makannya dengan santai.
"Ju, semalam Ray nelpon. Tapi kamu ga bangun-bangun saat mbak gedor pintu kamar. Pulas sekali tidurnya?" tanya mbak Rika saat saya mengambil satu bungkus mi instant dan satu butir telur.
"Iya mbak, sampai kelaparan begini hihihi ..." jawab saya. Ray menelepon?
"Katanya pagi ini dia mau nelpon lagi Ju." lanjut mbak Rika. Saya tersenyum. Baiklah kalau dia menelepon lagi, siapa takut? Saya ke dapur, membuatkan sarapan yang amat sederhana, mengisi perut yang terus berbunyi. Selesai sarapan, saya langsung mandi dan duduk santai di ruang tamu, ngobrol sama Keke, salah satu penghuni kost di sini. Tiba-tiba telepon berdering. Saya memandang Keke, Keke balas memandang saya. Saya tetap diam.
"Oke oke, saya yang ngangkat!" Keke menerima telepon.
"Oh .. ya ada .. Juuuuu telepon." saya bangkit, menerima gagang telepon darinya. Suara Raynold di seberang.
"Ju, semalam saya telpon, tapi kamu sudah tidur. Sudah sarapan? Hari ini ada kuliah ga?" saya mencoba mencari kata yang tepat.
"Sudah, baru selesai sarapan Ray. Kuliah nanti jam sebelas." jawab saya. Ray mendesah. Entah karena apa.
"Uhm .. kalau begitu, nanti malam saya ajak kamu keluar boleh?" ya Tuhan Ray, ... saya bahkan belum sempat bilang terima kasih soal boneka itu.
"Nanti malam? Saya usahakan bisa ... eh .. saya mau bilang, terima kasih atas bonekanya ya ..." kata saya.
"Ya ya .. boneka gitu aja kok Ju .. oke .. nanti malam, saya jemput jam tujuh ya, bye .." dia menutup telepon. Saya terpaku di tempat. Nanti malam? Ah Ju, ada apa dengan dirimu, mau diajak cowok itu keluar malam-malam? Apakah panda itu telah menjeratmu? Saya ingin meralat, namun ... saya pasrah. Keke menatap saya dengan pandangan mata yang penuh arti.
"What?!" saya pelototin dia. Keke tergelak. Ya .. berita tentang Ray dan pandanya pasti telah tersebar luas ke seluruh penghuni kost.

Siang itu saya mengikuti kuliah dengan tekun. Harus bisa konsentrasi! Setelah kuliah saya pulang bareng Farah. Farah berharap Ray akan muncul dengan mazda hitamnya. Saya menggeleng. Akhirnya kita pulang dengan angkot terakhir, menurut kita sih begitu, yang tidak terlalu penuh penumpang di dalamnya. Saya sengaja tidak menceritakan kedatangan Ray nanti malam ke kost. Saya takut Farah histeris mendengarnya, saya simpan saja dalam hati.

***

Jarum jam menunjuk angka tujuh, Raynold benar-benar datang. Saya pamit pada ibu kost, keluar bersama Raynold, dengan catatan di bawah jam sebelas Raynold sudah harus mengantar saya pulang.

Malam ini, saya berdua Raynold keliling kota. Berdua dengan nya di dalam mobil, diiringi alunan musik lembut dari radio memberi getar-getar halus dalam hati saya. Ini kali pertama saya keluar bareng cowok. Cowok yang dengan nyata telah menyatakan cintanya pada saya. Saya diam, tak banyak bicara, menjawab bila ditanya. Raynold sendiri lebih suka bersenandung mengikuti lirik lagu yang sedang mengalun.

Malam ini kami makan di restoran mewah. Saya sebenarnya tak setuju, tak cocok rasanya saya masuk ke restoran seperti itu. Namun Raynold tanpa ragu menggenggam erat jari saya dan mengajak saya menuju meja yang paling pojok. Saya patuh, seperti anak patuh pada orang tua, seperti kerbau patuh pada pak tani. Saya tidak dapat pungkiri, saya menyukai moment seperti ini. Saat Raynold memandangi saya, hati saya bergetar halus. Apakah ini? Cinta? Saya tak tau, sampai acara malam ini selesai dan Raynold mengantar saya pulang, desir-desir halus dalam perasaan saya masih terus mengalir.

"Ju, thanks atas malam yang indah ini ... " hanya itu kata Raynold saat mengantar saya pulang. Saya masuk kamar, berganti pakaian, memandang sendu pada blue panda yang tergolek diantara bantal. Saya harus tidur ...

***

Sudah sebulan lewat. Sebulan saya bermain dengan rasa-rasa indah di dalam hati ini. Haruskah saya pungkiri kalau saya ternyata mencintai Raynold? Saya tau, mencintai itu tidak mudah. Butuh waktu juga agar cinta itu bisa tumbuh. Dan Raynold yang *jahat* telah berubah menjadi Raynold yang baik. Raynold yang menjaga saya siang dan malam. Raynold yang mencurahkan semua kasih dan sayangnya pada saya. Ya, saya mencintainya. Mencintai cowok yang dulu selalu berusaha menyakiti saya, namun itu bentuk cintanya. Cowok aneh. Saya tertawa, tertawa lepas. Ini kah namanya cinta? Keinginan untuk terus menatap bola indah matanya? Keinginan untuk terus mendapatkan perhatian tulusnya? Keinginan untuk memiliki sosok Raynold seutuhnya tanpa mau berbagi dengan orang lain? Saya mencintainya kah?

"So .. gimana Ju?!" tanya Farah pada saya di suatu senja saat kita berdua tengah menikmati alunan lembut Jojga-nya Kla. Saya menoleh.
"Gimana apanya?" tanya saya. Farah mendelik. Aduh teman saya yang satu ini.
"Soal Ray. Bentar lagi valentine loh .. duhai Ju yang manis, berilah jawaban yang menggembirakan! Raynold pantas mendapatkannya!" saya tersenyum penuh arti. Jawaban yang menggembirakan? Cinta?
"Gimana?!" tanya Farah lagi.
"Ya ... lihat saja nanti ..." Farah melempari saya dengan bantal. Saya mengeluh sakit.
"Ugh, kalau saya jadi kamu Ju, sudah saya terima si Raynold sejak pertama kali dia nyatain cinta ke saya!" kata Farah sengit. Ah Farah, saya kan saya, bukan kamu, batin saya. Farah terdiam, ngambek. Saya diam juga. Memeluk panda dengan hangat. Sehangat rasa yang mengalir di dalam hati. Sehangat hari-hari saya bersama Raynold. Diantar ke kampus, diantar ke kost, diajak keluar bareng. Hunting cd dan novel. Atau sekedar menikmati, ehm, es jeruk di pojok kantin. Menurut anak-anak kami telah pacaran. Menurut kami berdua, kami belum pacaran. Karena saya belum menjawab.

***

Malam ini, 13 Februari. Besok Valentine. Apa yang harus saya lakukan? Memberikan jawaban gembira untuk Raynold? Saya mendesah, menatap panda biru lagi. Panda, beri saya cara, jalan keluar. Pintu kamar saya diketuk. Suara Keke diluar.
"Ju, Ray datang." saya segera membuka pintu, Keke menatap saya penuh arti. Saya tersenyum dan melangkah menuju teras. Disana, dibawah siraman sinar bulan dan neon, Ray duduk. Seperti kedatangan pertamanya dulu untuk meminta maaf dan memberi cinta. Saya mengagetkannya.
"Dorrr!!!" dia terlonjak. Diacaknya rambut saya dan mengajak saya duduk.
"Ju ... uhm ..." saya menggeleng. Cukup suda dirimu berbicara Ray. Cukup. Kali ini saya yang akan berbicara.
"Ray, biar saya yang ngomong yah? Ray diam dulu bisa?" pinta saya. Dia mengangguk setuju. Saya duduk disampingnya, menarik napas dalam. Saya siap. Sesiap hati saya menerima cinta Ray di dalam hati saya.
"Ray, be my Valentine ..." Ray terkejut. Dipandangi saya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Antara percaya dan tidak.
"Itu yang ingin saya katakan juga padamu malam ini Ju ... be my Valentine .. would you?!" saya mengangguk pasti. Sepasti saya akan cinta ini. Ray menarik saya ke dalam dekapannya.
"Saya menunggu lama untuk kata itu Ju .. sebulan lebih ..." saya mendongak, menatap binar bahagia di matanya, bahagia hati saya juga. Ray tertunduk, mencium bibir saya lembut. Tak lama, namun membekas di hati saya. Di dekapnya saya kian erat ke dalam pelukannya. Saya berkata dalam hati, Ray, jangan lepas lagi lingkar tanganmu di tubuh saya ... saya menginginkanmu, cintamu, hatimu, utuh .. Seutuh saya mengenal cinta dan mencintaimu.
"Cinta saya mungkin aneh ya Ju. Cinta yang menjengkelkan hatimu. Saya tidak pandai merayu. Maka saya pilih jalan *perang* untuk mendapat perhatianmu." Raynold mengenang kembali masa-masa dimana setiap hari saya selalu menjadi bahan obyekannya untuk menyindir dan mengeluarkan kata-kata pedas yang tidak enak di dengar.
"Sudah lah ... tapi Ray belum menjawab ... be my Valentine?" tanya saya lagi.
"I will .... " digenggamnya jemari saya erat.

Malam terus merambat. Bulan tersenyum tanpa awan menghalangi. Cinta itu kadang aneh. Satu hal yang pasti, mencintai itu indah, namun lebih indah bila dicintai dan saling mencintai. Cinta hal yang misterius. Siapa pun yang tercemplung ke dalamnya akan terputar dalam arus emosi yang meluap-luap. Cinta, adalah cinta.
Valentine Para Jomblo
Di sudut kota kecil Ende, sudut Hotel Flores yang namanya saja hotel, namun sebenarnya bukan hotel, lebih mirip penginapan, bergerombol remaja yang sedang asyik menikmati mie ayam pak Reny. Mereka nampak riuh, asyik duduk lesehan di luar warung, diatas tikar ala kadarnya. Ada Koko, biang heboh kelompok itu, gayanya yang persis bencong dengan tingkah genit menggoda. Ada Satria, cowok cool nan manis. Satunya lagi Bimo, si macho berkulit sawo matang dengan mata tajam bak elang. Ceweknya ada si Mita, si criwis berambut sebahu. Duduk bersama mereka Lula yang pendiam tapi pinter dan Kikan yang jago nyanyi namun suka tertawa. Mereka sahabat satu sekolah namun tidak sekelas. Karena ini bulan Februari, maka topik pembicaraan mereka berputar pada cinta dan cinta.
"Ealah, bentar lagi valentine yak?!" Koko membuka perbincangan, sambil mulutnya sesekali dikipas-kipas karena kepedisan.
"Iya nih, bentar lagi wahahaha, gimana Bim ... " Sambar Mita si criwis. Bimo yang merasa namanya disebut-sebut menoleh.
"Loh kok saya? Gimana apanya?" tanya Bimo pura-pura bego.
"Jangan kura-kura dalam perahu dey, jangan pura-pura tidak tauk, gimana si Vanya gebetanmu itu? Sudahkah kalian jadian? Sudahkah kalian merencanakan malam Valentine nanti?" cerocos Koko dan di iyakan Mita. Kikan mulai bersenandung, suara cewek itu bagus sekali.
"Emang Bimo sungguhan ma Vanya?" tanya Satria kalem. Koko mendelik. Lula menatap Bimo, menuntut jawabannya.
"Vanya .. uhm .. ga jadi ..." waaaaaa ... koor kecewa terdengar dari mulut masing-masing.
"Aku cinta kamu .. makin cinta kepadamu ..." Kikan bukan lagi bersenandung, tapi sudah mulai menyanyi. Mereka semua menoleh ke arah Kikan.
"Ups, sorry .. seandainya Bimo jadian sama Vanya, saya bakal nyanyiin lagu ini di depan kalian berdua deh .. Hahahahaha" Kikan tersenyum penuh arti.
"Ok oke .. cukup! Saya dan Vanya ga ada apa-apanya. Kita hanya temenan, suer! Lagian, mending kumpul-kumpul ma kalian di sini deh dari pada berdua Vanya." Koko menjerit. Lula menindih jari kakinya tanpa sengaja.
"Aduh sorry Ko, ga sengaja kok .." wajah Lula memerah.
"Sengaja ga sengaja, kaki saya sakit tauk! By the way, Bim, bukannya lebih asik bila berdua-duaan sama Vanya ketimbang duduk bareng kita-kita?" Koko cepat sekali mengalihkan kembali omongannya pada Bimo.
"Well, kalian ga sepenuhnya tau gimana Vanya sih .." Bimo tidak meneruskan. Mita penasaran.
"Emang Vanya kenapa? Tulalit gitu kalau ngomong?!!!!!" tebak Mita. Bimo menoleh sekejap ke arah Mita kemudian mengangguk.
"Masa sih Bim?" Lula ikut penasaran.
"Hu`uh, masa sih Bim .. saya ga percaya deh." timpal Satria. Bimo menarik napas panjang.
"Mita bukan hanya tulalit, tapi juga self center banget kalau ngomong. Saya dianggapnya pendengar radio yang setia. Ga boleh menyela, ga dikasih kesempatan ngomong, bahkan berdehem saja tidak boleh." waaaaaa ... koor melecehkan kembali terdengar dari mulut masing-masing.
"Oh begitu?! Ga disangka deh .. bencih deh sama cewek kayak gituh." Koko mengibas-ngibaskan rambutnya persis penghuni taman lawang, hehehehe. Bimo hanya bisa mengangkat bahu pasrah.
"Ya udah, cari lagi dong Bim. Kamu the most wanted boy in our school!" timpal Lula. Bimo menggeleng.
"Ga deh, saya lebih senang begini-begini saja. Atau kalian berlima sudah ga suka saya gabung di sini?" tanya Bimo. Koko menjerit lagi, ampun deh, tingkahnya, genit-genit manja.
"Uuuhhh, jangan dong Bim, jangan!! Kalau belum ada yang cocok, saya bersedia kok jagi pengisi kekosongan kamu ..."
"Huuuuuuuu" serentak anak-anak yang lain mencibir. Si Mita malah menjambak rambut Koko gemas.
"Eh Ko, kamu itu ga bakal bikin nafsu tauk! Saya yang cewek aja ga bisa on liat kamu bugil, apalagi cowok!" umpat Mita, disambut tawa anak-anak lain.
"Biyarrrinnnn .. yang penting pe de .." balas Koko sambil mengedipkan matanya. Mirip boneka india getu. Wahhahaha.

Mata Lula menerawang. Mita menyikut Koko. Koko menatap Lula iba. Satria memperhatikan Koko, dibalas Koko dengan kedipan mata, Satria muntah. Bimo menyeruput es tehnya. Kikan kembali bersenandung ...
"Menanti kejujuran, harapkan kepastian .. hanya itu yang sanggup aku lakukan .. Hahahaha lagu lama ..." Kikan menatap Mita, Mita melotot.
"Luuuuuuuuuuuuu .. Lulaaaaaaaa .." Koko mulai deh genitnya. Lula kaget. Matanya yang menerawang nampak kosong sesaat.
"Eh .. apa?!" tanya Lula. Koko menghembuskan napas kesal.
"Kenapa? Kenapa menerawang? Mikir Dion? Aih Luuuu udah deh, cowok kayak gitu ga usah dipikirin!" kata Koko.
"Iah Luuu .. ngapain juga nunggu Dion? Dia itu cowok seribu janji. Bisanya bikin janji doang, ga ada satu pun yang ditepati. Eh Kikan, setop! Nyanyi lagu lain kek .." Kikan tersadar. Benar, lagu yang baru saja didendangkannya itu cocok bener sama cerita cinta Lula. Kikan menutup mulutnya.
"Ga .. saya ga mikir Dion, ngapain? Dia sudah senang di Kupang sana sama cewek barunya. Saya ga mengharapkan dia lagi, sumpah!" nampak Lula bersungguh-sungguh.
"Syukur deh Lu. Kamu itu pintar, ga sepadan memang sama si Dion. Dari dulu kan saya sudah bilang, kamunya saja yang ngotot percaya sama Dion." sambar Bimo. Bimo, teman Dion. So, Bimo tau luar dalemnya Dion.
"Iya iya .. makasih. Makanya saya bersyukur banget masih punya kalian, saya bisa lebih kuat." timpal Lula. Mereka terdiam lagi. Koko memesan satu mangkok mie ayam lagi.
"Eh Ko, makan pa doyan siy?!" Mita ga tahan lihat tingkah Koko. Dicubitnya pipi cowok itu. Koko, lagi-lagi menjerit manja.
"Auuuoooooooo .. jangan dicubit dong Mit, ntar si Firman marah loh ma saya." kata-kata Koko barusan bikin semuanya tersadar. Firman, cowok Mita. Firman yang pendiam dan anak rumahan. Firman yang dengan kasar telah men-cap Mita sebagai cewek malam yang ga bener. Mita langsung mengkerut, duduk sandaran ke dinding hotel Flores. Koko membekap mulutnya sendiri.
"Koko!!!! Ngapain sih kamu? Emberrrrrrrrr" bentak Kikan. Koko ikut-ikutan mengkeret ke dinding.
"Maapin saya Mit, ga sengaja tadi .. maap yah .. plis plis plis Mit .." tampang Koko kalau lagi gitu innocent sekali. Bikin hati luluh deh. Satria mencibir, dasar bencong!

Mita melirik ke arah teman-temannya yang pada ikutan diam. Lula kembali menerawang, Kikan bersenandung kecil, Koko ikutan diam di sampingnya sedangkan Satria menatap Koko tajam.
"Udeh udeh .. ga pa pa kok. Saya justru bersyukur putus dari kekangan Firman. Saya bisa keluar bareng kalian lagi. Coba kalau dulu saya masih sama Firman, ga mungkin dong saya bisa santai-santai gini sama kalian. Ga boleh saya keluar malam sama kalian. Tapi saya ga tahan, ini kan hidup saya? Firman ga punya hak buat ngatur-ngatur saya." kata Mita kemudian. Yang lain menarik napas lega.
"Iyah Mit, setuju!" timpal Koko. Satria masih melotot ke arah Koko.
"Idih Sat, napah sih? Mita sendiri ga marah kok. Lagian, saya lagi bikin rencana, kalau ketemu Firman nanti, mau saya cincang habis hatinya dengan kata-kata kasar!" Bimo kaget. Gilingan bener si Koko.
"Emang bisa kamu?" tantang Satria. Koko mengangguk mantap.
"Bisa, biar mulutnya yang kayak perempuan itu sadar! Enak saja ngata-ngatain Mita cewek malam yang ga bener! Otaknya tuh yang ga bener!" wahahaha Kikan tertawa keras.
"Betul! Cowok kok bermulut wanita!" Lula manggut-manggut.
"Betul nih Ko?! Kalau nanti rencanamu itu berjalan, kamu tak traktir mie ayam sepuasnya deh!" tantang Satria lagi. Koko tersenyum penuh arti sambil ngajak Satria tozz. "TOZZ!"

Kikan was was. Dari tadi dia tertawa hanya untuk menutupi perasaannya. Takut kalau si ember Koko malah menyinggung perasaannya ke Satria. Satria sebenarnya melotot dari tadi juga begitu. Takut Koko ember bocorin perasaannya ke Kikan. Tapi terlambat, Koko dengan percaya diri dan gaya becongnya telah dengan amat sangat cepat bicara.
"Nah, giliran Kikan ma Satria nih. Gimana Sat, nyatain malam ini saja dong, biar yang lain tau gimana hatimu sama Kikan. Tul ga Kan? Kikan juga suka kamu kok Sat. Suerrr!!!" Koko mengangkat dua jarinya ke udara. Bimo, Mita dan Lula terkejut. Rupanya selama ini ada sesuatu antara kedua teman mereka itu. Mulut Kikan dan Satria ternganga, ga percaya pada apa yang baru saja mereka dengar.
"Koookkkoooo!!!!!!!!" jerit Kikan dan Satria bersamaan. Koko dengan cueknya memperhatikan jari tangannya. Bimo, Lula dan Mita cekikikan.
"Kalau memang cintaaaa pilih kitaaaa ..." kali ini Mita yang nyanyi. Kikan tertunduk malu. Satria melirik malu-malu ke arah Kikan.
"Eh Kan, gimana tuh liriknya, saya lupa .." kata Mita. Kikan menggeleng manja. Lula dan Bimo masih cekikikan. Cinta dimana-mana sama saja, bikin wajah memerah dan yang bersangkutan tersipu.
"Kan .." tanpa disangka Satria memanggil Kikan. Kikan terkejut. Ditatapnya bola mata Satria yang penuh cinta itu.
"Sat .. ya .. uhm .." Koko kali ini menjerit lagi. Semua kaget.
"Ko!!! Kamu tuh ya, kalau ga menyela pembicaraan orang satu kali saja mati kali ye!" bentak Mita. Koko balas mendelik.
"Eh, Satria, Kikan ... kalian berdua tuh jangan kayak anak kecil dong. Huh, pakai acara malu-malu segala ... lucu tauk!" emberrrr ... Akhirnya Kikan tertawa, ciri khas cewek itu, disambung dengan tawa Satria. Semuanya tertawa. Malam itu warung mie ayam pak Reny benar-benar rame sama ulah para jomblo ini, eh ... kecuali Satria dan Kikan, karena keduanya langsung jadian malam ini juga, atas bantuan Koko tentunya.

"Hey hey .. giliran saya dong ... saya ma siapa yah?" tanya Koko genit. Whuuuu langsung anak-anak pada koor. Mita yang memang gemas banget ma Koko langsung menjambak rambut cowok lemah lembut itu dan mencium pipinya.
"Oh my God! Tidak! Jangan kamu Mit ... jangan!! Saya ga tahan sama cewek cerewet seperti kamu!" ceracau Koko sambil me lap pipinya. Anak-anak tertawa.
"Ya udah, ngejomblo terus, sampai dapat pasangan .." timpal Bimo. Di iya kan yang lain. Kecuali Kikan dan Satria, keduanya nampak asik ngobrol berdua, berada dalam dunia cinta mereka yang baru.
"Saattttt Satriaaaaaa ... jangan lupakan saya yah. Jangan kacang lupa kulit, dah dapat yang baru, saya dilupakan .." Koko bertingkah.
"Yeee kamu ngaku kulit kacang kan? Dimana-mana, kulit kacang itu dibuang taukkk." koment Mita. Koko mendelik ke arah Mita, membalas menjambak rambut Mita dan mencium pipinya. Mwah! Mita menjerit-jerit jijay sama ulah Koko. Kikan terbahak-bahak.

Itu hanya sepenggal obrolan para jomblo menjelang valentine. Ya begitulah, sebelum valentine mereka pada ribut dan ribet sendiri. Begitu valentine tiba, mereka malah asik ikutan pesta valentine tanpa ada yang ngelarang. Jomblo sih, bebas ke mana saja! Warung pak Reny masih jadi tempat obrolan para jomblo, yang sekarang berkurang anggotanya. Tinggal Koko, Bimo, Mita dan Lula. Semoga di valentine tahun depan, mereka sudah tak ngejomblo lagi. Ntah si Koko ... bisa dapat pasangan ga yah? hihihihikkkk

Ada apa

“Ada apa ? Kenapa kamu menangis ?”

Pertanyaan itu membuatku tertegun. Perlahan aku mendongakkan kepalaku, dan melihat seorang gadis cantik telah berdiri di hadapanku. Merasa malu, aku segera mengusap air mataku.

“Ti.. tidak kok, aku nggak nangis. Mataku cuma kelilipan kok.”

Gadis itu tersenyum lembut, lalu duduk di sisiku sambil berkata, “Nggak usah merasa malu. Dalam hidup ini, banyak hal yang terjadi; Baik suka maupun duka. Kalau kita sedang bahagia, kita akan tertawa lepas, dan jika sedih, maka kita akan menangis. Itu adalah hal yang wajar khan ?”

Mendengar kata-kata lembut yang diucapkannya, entah mengapa aku tidak sanggup lagi menahan rasa sedih yang terasa sangat menyesakkan dada. Tangisku-pun meledak. Akhirnya, setelah tangisku agak mereda, barulah gadis itu berkata, “Nah, terasa lebih baik khan ? Aku takkan memaksamu, tapi kalau kamu ingin melepas bebanmu, aku akan siap mendengarkan ceritamu.”

Awalnya aku cuma diam saja, tetapi tak lama kemudian, aku mulai menceritakan mengenai masalah yang menyebabkan aku menangis; Mengenai kenyataan pahit yang akhirnya kuketahui, bahwa sebenarnya aku bukanlah anak kandung dari kedua orang tuaku.

“Apakah kenyataan itu begitu menyakitkannya bagimu ?”

Aku memandang wajah gadis itu dengan bingung.

“I.. itu jelas khan ? Padahal selama ini aku merasa sangat bahagia, punya orang tua yang sangat menyayangiku. Tapi semua itu ternyata..”, perlahan air mata mulai mengalir lagi di pipiku, “.. cuma kebohongan belaka !”

“Apa kamu nggak sayang sama papa dan mama ?”

“Tentu saja sayang. Tapi khan...”

Gadis itu langsung memotong kata-kataku, “Kalau memang kamu sayang pada mereka, dan mereka juga sayang padamu, kenapa kamu merasa sedih ? Tidak jadi masalah, apakah mereka orang tua kandungmu atau bukan, tapi setidaknya kamu masih punya orang yang menyayangimu. Pernahkah kamu pikirkan, bagaimana rasanya tidak punya orang tua ?”

Mendengar kata-kata gadis itu, aku tertegun. Perlahan aku memandang ke arahnya, dan wajah gadis itu terlihat sedih.

“Maaf, hal itu.. sama sekali tidak terpikir dalam benakku. Mungkin kakak benar, aku seharusnya masih bersyukur, masih punya orang tua yang menyayangiku, walau bukan orang tua kandung.”

Tiba-tiba dari belakang, terdengar suara yang memanggilku, “Michael ! Rupanya kamu ada disini.”

Kami berdua menengok, dan ternyata ibuku telah berdiri tak jauh dari tempat kami duduk. Gadis itu kembali tersenyum.

“Nah, betul khan yang kubilang ? Mereka menyayangimu, karena itu pasti mereka khawatir.”

Aku mengusap air mataku lagi, lalu berusaha tersenyum.

“Iya. Terima kasih ya Kak, sudah menghiburku.”

Lalu aku-pun berlari ke tempat ibuku berdiri.

“Namamu Michael ya ?”, suara gadis itu menahanku. Aku berhenti sejenak, menengok kembali ke arah gadis itu.

“Michael, apakah kita bisa bertemu lagi di tempat ini tahun depan, pada hari yang sama ?”

Aku mengangguk dengan penuh semangat, “Pasti !”

... Dan akhirnya aku sadar, bahwa hari itu adalah tanggal 14 Februari, yaitu Hari Valentine...


Beberapa tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi tidak sekali-pun aku kembali ke tempat tersebut. Aku telah melupakan kejadian itu. Barulah hari ini aku kembali teringat, ketika melewati tempat itu lagi. Tetapi aku terkejut, melihat bekas-bekas kecelakaan di situ. Dan di sebuah sudut, aku melihat seorang gadis sedang meletakkan karangan bunga. Ketika menengok, aku terkejut menyadari bahwa wajah gadis itu mirip dengan gadis yang pernah menghiburku dulu.

“Maaf, apa Anda masih ingat saya ? Anak kecil yang dulu menangis disini ?”

Gadis itu memandangku dengan bingung.

“Tidak. Anda siapa ?”

“Oh, bukan ya ? Maaf, mungkin saya salah orang.”, aku-pun segera berbalik hendak pergi.

Tiba-tiba gadis itu menahanku sambil berkata, “Tu.. tunggu ! Jangan-jangan kamu.. anak laki-laki yang pernah diceritakan oleh kakak ? Tadi kamu bilang dulu kamu pernah menangis disini khan ?”

“I.. iya, benar. Anda tahu mengenai saya ?”

“Begitu rupanya.”, gadis itu tersenyum pahit, “Hidup ini benar-benar ironis ya ?”

Lalu gadis itu mulai bercerita. Ternyata gadis yang ketika itu menghiburku, adalah kakak gadis ini. Dan di Hari Valentine itu, sebenarnya Sang kakak baru saja ditolak oleh pemuda yang disukainya. Tetapi ketika pulang, sama sekali ia tidak terlihat sedih. Sang kakak bercerita tentang seorang anak laki-laki yang sedang menangis akibat mengetahui dirinya bukan anak kandung. Ketika itu Sang kakak merasa, daripada terus bersedih, lebih baik melihat sisi baik dari kejadian yang menimpanya.

“ ‘Sebenarnya, anak laki-laki itulah yang telah menolongku. Dan tahun depan, kami sudah janji ketemu di tempat itu.’ Itulah yang dikatakan kakak waktu itu. Setiap Hari Valentine sejak itu, kakak selalu menunggumu di tempat ini.”

“Aku benar-benar lupa, maafkan aku. Lalu, dimana kakakmu sekarang ?”

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah bunga yang ditaruhnya di sudut.

“Tiga tahun lalu, seorang pengemudi truk yang mengantuk menabrak tempat ini, tepat saat kakakku sedang menunggumu seperti tahun-tahun sebelumnya.”

Bola mataku terbelalak.

“Ja.. jadi kakakmu sudah...”, aku merasa lidahku kelu, dan tak sanggup melanjutkan kata-kataku.

“Sebenarnya sejak kecelakaan itu, aku selalu merasa takut datang ke tempat ini. Tapi kemarin malam aku bermimpi ketemu dengan kakakku, dan ia minta aku datang ke sini.”, gadis itu-pun melihat ke arahku sambil tersenyum sedih, “Rupanya aku bertemu denganmu.”

Aku-pun terdiam, merenung.

“Mungkin, takdir mempertemukan manusia dengan cara yang aneh. Penyesalan memang tidak berguna, tapi kita harus tetap menatap masa depan. Benar begitu khan, Kak ?”
Aku menghela nafas, lalu bertanya, “Hari sudah sore, apa kamu mau makan denganku ?”

Cinta Antara

Pagi ini udara sangat cerah di Sma Forkwhite, siswa – siswi dari segala penjuru rumah datang untuk menambah ilmu disana. Sma Forkwhite sangat terkenal, hanya orang yang pintar dan mempunyai uang lebih bisa masuk kesana. Fasilitas disekolah itu sangat terjamin. Di Sma Forkwhite ada sebuah danau yang terletak di belakang sekolahnya, hanya seorang yang suka menghabiskan berjam – jam disana, ya…Nikolas. Cowok yang cuek, misterius, keren, dan yang pasti ganteng. Semua siswi perempuan mengidolakannya.“Ti…lo tau gak kakak kelas yang namanya Nikolas?”seru Putri di Kantin Sma Forkwhite.“apa – apaan sih lo?baru aja kemarin ngomongin kak Dika di Sma sebelah, sekarang siapa namanya? Ni…ni..”“Nikolas…ah,lo gak seru”“tolong ya Putri, bisa gak sehari aja gak ngomongin cowok?”kata Tia yang udah bosan dengan omongan Putri yang ngomongin cowok – cowok ganteng diseluruh penjuru kota jakarta. Boleh tuh kalau orang mau tanya sama dia Hha. “sekali – kali atau bisa gak ngomongin tentang film aja. Kayak avatar,sherlock homles,sang pemimpi,atau apalah..”“gak bisa..lo belum liat aja Tia,asal lo tau ya.. kak Nikolas ngalahin si Alan luo itu yang kata lo, walau sudah umur 30 tahun, Alan luo mukanya masih chubby dan cute”kata Putri menirukan gaya bicara Tia.“sialan lo…”kata Tia sembari melempar kerupuk. “masih mending Alan luo kali!!emang kak Nikolas bisa nyanyi?bisa Akting?enggakkan?”tanya Tia dengan nada sinis.“iya..lo menang”kata Putri kehabisan kata – kata.“Waaaaaa…kak Nikolas”teriak histeris semua siswi yang ngeliat Nikolas keluar dari mobil Ferrarinya.Dengan gaya cool dan cuek seperti biasa, Nikolas berjalan menuju kelasnya tanpa menghiraukan orang – orang disekitarnya.“Ti…kak Nikolas datang….ayo kesana”ajak Putri gak sabaran.“enggak ah…lo sendiri aja..”kata Tia gak nafsu.“gue mau ngebuktiin kalau kak Nikolas lebih ganteng dari pada Alan luo lo itu!!”kata Putri menarik tangan Tia.Dari masuk Smp dulu emang sifat Putri emang kayak gini. Selalu aja ngomongi cowok – cowok ganteng yang ada disekolah. Dalam pikiran Putri hanya cowok…cowok…dan COWOK!!dari Gilang,Joe,Dian,Dika,dan Nikolas.Putri dan Tia tepat berdiri didepan jalan Nikolas menuju ke kelasnya. Nikolas terhenti sejenak,Nikolas kaget melihat wajah Tia.‘Vina…’batin Nikolas.Nikolas langsung menarik tangan Tia membawanya pergi ke arah danau. Tia binggung ,ngapain nih cowok narik gue?kenal lagi enggak..apa – apa bukan? Pikir Tia sekarang.“eh,Autis sinting!!ngapain lo narik gue?”kata Tia sembari memukul tangan Nikolas.“apa kata lo?!!”kata Nikolas marah.“Autis sinting..!!”kata Tia sinis sembari mengigit tangan Nikolas.“awww…”teriak Nikolas kesakitan. “dasar cewek liar!!”kata Nikolas melepaskan tangan Tia.“Autis sinting!!...apa?kalau bisa kejer gue”kata Tia berlari ke arah danau. “weee…”Tia menjebil.“aghh!!awas lo cewek liar…”Nikolas mengejar Tia sampai danau, Tia bengong melihat danau yag selalu dirawat Nikolas dari dulu. Danau itu sangat bagus,bersih. Sangat tenang,diam,sunyi dan sepi.“waw…gue gak tau kalau ada danau disini…”“eh,cewek liar tunggu jangan lari lo…”kata Nikolas dari jauh.Tia mengeser sedikit badannya dan menjangal Nikolas yang lagi lari, akibatnya Nikolas nyemplung didanau.“aghh!!CEWEK LIAR SIALAN!!!”“WHAAAHAAA…”Tia tertawa. ***Keesokan harinya, saat istirahat tiba…Tia mencari Nikolas ke danau kemarin. Bingoo!!Si cowok autis sialan itu ada disana. Nikolas lagi termenung, melihat sebuah foto seorang perempuan yang lagi bersamanya.“gue kerjaiin gak ya?”tanya Tia ke dirinya sendiri. “kerjain aja deh. Katanya si autis takut sama tikus. Hem..aha..gue pinjem tikus mainan si Fajar aja..iya-iya betul,tunggu ya autis sinting! gue pasti kembali..”kata Tia yang udah punya good idea buat ngerjain si Autis.Tia kembali membawa tikus mainannya si Fajar yang biasa ngejahilin bu Pretty. Tikus itu, bentuknya si mirip kayak tikus beneran. lagi Tia langsung melempar tikus mainan itu ke Nikolas.“TIKUS!!!”teriak Tia pura – pura takut.“Aaaaaa…Tikus…hiiiii!!!”kata Nikolas ketakutan langsung naik ke atas pohon. “husss…husss…”kata Nikolas masih ketekutan.“Hhaaa…Autis sinting takut sama tikus..”kata Tia ketawa.“aghh..!!dasar cewek Liar sialan!!”“turun lo…!!gue mau minta penjelasan lo..”“penjelasaan apaan?”kata Nikolas sembari turun dari atas pohon. “terus,ngapain lo ke danau sini?kangen sama gue”tanya Nikolas pede.“Hah!kangen sama lo?Autis sialan!NEVER!!!”kata Tia melengos.“penjelasaan apaan?”tanya Nikolas langsung ke permokoan masalah.“1.ngapain kemarin narik tangan gue?2.ini foto kok mirip gue?”Nikolas tersenyum.“ngapain lo senyum – senyum?”kata Tia curiga.“mau tau jawabannya?minta maaf gue dulu, sujud bila perlu..”kata Nikolas tersenyum penuh arti.“hah!sujud sama lo?minta maaf?potong leher gue dulu, kalau lo mau”“enggak mau nih?!ya,udah…gue tutup rapat – rapat mulut gue”“hahaha!gue juga punya kartu joker!”“kartu joker?”kata Nikolas binggung.“1.video lu nyebur kemarin 2.foto ini”kata Tia menunjukkan foto itu.“emang lo mau apaain bukti ke 2?”“bisa aja gue bilang, kalau lo suka sama gue…atau cewek masa lalu lo..kan gak pernah tuh kedengaran kalau lo punya cewek..iyakan..”“dasar cewek Liar sialan!..oke gue kasih tau”kata Nikolas berat hati.“dulu,gue emang punya cewek yang mirip kayak lo!orangnya cantik,baik,dan manis. Gak kayak lo aburadul!!”“ngatain gue lo!dasar Autis..”“mau gue ceritaiin gak nih!!...”kata Nikolas bertanya. “tapi, karna kecelakaan itu kami berdua jadi berpisah. Vina ke Singapur dan gue disini”“kenapa lo gak nyusul dia?”tanya Tia.“gue ngerasa malu…dan gak ada gunanya lagi”kata Nikolas menyindirkan kepalanya di bahu Tia. “dan juga gue udah punya pengantinya..itu lo”“GAKKK!!!”kata Tia Teriak.Tia terbangun dari tidurnya “ huh!untung Cuma mimpi..allhamdulilah,jangan deh!hampir terjadi”kata Tia memegang dadanya.Tia berjalan ke kantin sendirian, biasanya ditemani sama Putri, tapi tadi Putri ngomong gak mood, dasar payah! kalau ada Kakak Ganteng mau tuh anak. Gerutu Tia. Tia agak grogi berjalan ke arah kantin, takut ketemu Nikolas. Apalagi ngobrol sama dia.“ampun..ampun jangan sampai gue ketemu sama dia..”kata Tia sembari duduk dan menutup mukanya dengan daftar makanan.Baru kali ini Tia terlihat cemas, biasanya walaupun cowok ngukapin perasaan dengan Tia ataupun cowok ganteng, dia biasa aja tuh!gak ada grogi – grogi. Tapi sememjak bertemu dengan Nikolas, selalu aja kepikiran dengan cowok Autis itu. Atau jangan – jangan…gue jatuh CINTA!!.“gak – gak..gak boleh dasar Autis sinting!!!”kata Tia mengeleng – gelangkan kepalanya yang tertunduk. “sial…kenapa harus sama dia?”“apa yang gak boleh?lo suka sama gue”kata Nikolas sembari duduk di dekat Tia.“ah,enggak – enggak siapa bilang.Hhe.gue duluan ya…daaa”kata Tia sembari pergi.Nikolas tersenyum melihat tingkah laku Tia.“huh!hampir aja…dasar Autis sinting!pokoknya gue gak boleh suka sama Autis. ***Tia berjalan disekitar trotoar kompleknya. Menendang batu,seperti orang gak ada kerjaan, entah mau pergi kemana. Mungkin ke sungai,laut, atau apalah yang bisa ngejahuin dia dari wajah Autis sinting itu. Tanpa terasa Tia menabrak seorang cewek.“aww…”kata Tia kesakitan. “maaf…maaff..”kata Tia sembari membungkuk dan mengambil buku yang jatuh punya cewek itu. “ini..”kata Tia sembari tersenyum.Mereka berdua saling bertatapan. Dan mengucapkan kata “ini gak mungkin!!”. Itu Cewek si Autis. Sumpah baru kali ini ada orang tanpa hubungan darah mirip, sangat mirip.“oh,haii…”kata Vina menyapa. “kamu mirip dengan aku…”kata Vina ramah.“iya…mirip sekali…nama kamu siapa?”tanya Tia.“nama aku Vina, kamu?”“Tia..tinggal diman?”“dideket sini…no 123”“nanti aku main kerumah kamu ya…”“oke…”Vina pergi meninggalkan Tia. Tia masih memandangi Vina dari ujung kepala sampai ujung kaki, kalau aja yang dia lihat tadi mahluk halus. Tapi, sepertinya memang Vina itu benar ada. Tia hanya mengelengkan kepalanya.Tringg…Tringg…Bunyi sms dihp Tia.“si Autis…tau dari mana dia no gue..”“eh,cewek liar sialan…bsok jam 14.00 ditaman ria,jangan sampai telat!!”Tia me-reply sms Nikolas.“eh,Autis..emang lo siapa pake nyuruh gue?”Nikolas me – reply sms Tia“cewek liar..ikutin aja…pokoknya gue tunggu besok. Don’t send back”“mau tuh cowok apaan sih!?”kata Tia binggung “ow..gue tau pasti ini masalah ceweknya,apa gue ajak si Vina…ya?iya,enakkan gue ajak Vina”kata Tia yakin.Tia membalikkan tubuhnya dan pergi menuju ke arah rumah Vina. Mungkin ini jalan terbaik untuk dia dan Nikolas. Tia agak grogi, tapi mau gimana lagi udah tanggung untuk menyerah.Tokk…tokk. Seseorang membuka pintu, tubuh jangkung dengan kulit kuning langsat, membari senyuman ke Tia.“Vina..kok ada diluar?”tanya cowok itu benggong“bukan,saya Tia,Vinanya ada?saya temannya…”“ow..tunggu sebentar,silakan masuk… ”kata cowok itu masih benggongTia tersenyum. Selang beberapa menit,Vina datang.“eh,kamu…ada apa?”tanya Vina ramah.“apa kamu kenal sama Nikolas?”tanya Tia.Mata Vina membesar. “Gak saya gak kenal…maaf” “ya..gak papa,saya mau kenal kamu,besok jam14.00 saya,sama teman saya yang satunya tunggu di taman ria..tolong jangan sampai telat”“iya..saya pasti datang,” *** Tia bersiap – siap untuk pergi ke taman ria. Rencananya udah berjalan sukses. Sekitar jam 14.00 Tia udah berangkat dari rumah. Hpnya berdering,Nikolas menelphone.“hallo..kenapa?”tanya Tia sinis.“biasa aja dong! kan udah gue bilang jangan sampai telat!”kata Nikolas ceramah.“gue lagi dijalan tenang aja..lo nunggu dimana?”tanya Tia.“dekat bianglala,gue pake baju kaos warna hitam…”“ya..”Tia mematikan telphonenya. Beberapa menit kemudian Tia sudah sampai, Tia sudah melihat Nikolas. Sekarang rencananya berjalan.“hallo vin,kamu ada dimana?”“em…saya ada didekat bianglala”Tia mencari,keberadaan Vina. Untung ada dibelakang Nikolas,dan Nikolas untung menghadap ke arah lain.“eh..maaf Vin,gue agak telat dikit. Tapi temen gue yang satunya udah nunggu, kamu hampirin dia dulu. Dia pake baju hitam, dekat bianglala”“baiklah,gue udah tau…bye”“bye”Vina sudah menemukan orang yang dimaksud dengan Tia, Vina langsung menepuk pundak cowok itu. Nikolas menoleh ke belakang.“Nii…ko..las…”kata Vina terbata – bata.“Vina…”kata Nikolas bengong.“Happy Ending…”kata Tia sembari pergi dan menangis.Nikolas memeluk Vina. Tapi Nikolas memandang ke arah belakang, sepertinya dia kenal orang yang sedang berjalan sambil menghapus air mata. Nikolas langsung melepaskan pelukannya dari Vina.“Nik…kamu mau kemana?”tanya VinaNikolas menark tangan perempuan itu. “katakan apa yang mau lo katakan…”“guuee..guuee..”
SANTA CLAUSNYA CASSANDRA

Gue masih aja bingung ngeliat tingkah laku Dizha semenjak putus sama Tyo. “Udah napa sih, lupain aja! Banyak kok cowok diluar sana yang demen sama kecantikan elu!” hibur gue sambil kipas-kipas sombong. Dizha diem tanpa senyum, tanpa kedip, dan tanpa ekspresi. Gue ngelanjutin chatting. Nyamuk : Loe wanita or pria?Obong : Wanita, lah!! Loe?Nyamuk : Pria, gantmut (Ganteng,Imut), baek hati ^_^Obong : Nama asli? Nyamuk : Nyamuk ajaObong : Mang napa? Gi selingkuh?Nyamuk : Kagaklah, hahhahahh,,”Apaan sih?” Risa dateng ngedeketin gue sama Dizha.
“Dizha kenapa?” Tanya Risa.”Sakit hati sama Tyo!” Jawab gue singkat.Risa agak gak peduli denger jawaban gue. Dia duduk trus bengong. Makanya gue ambil kemoceng bulu ayam disamping komputer , trus gue ogok-ogokin keidungnya Risa.
“Huuuuaaaacim!” Bersinnya kumat. “ Huuuacim!”
“Sekali lagi nih kemoceng boleh loe bawa pulang.” Risa gosok-gosok idungnya. Takut alerginya ntar jadi mimisan.
“Ha-hacim!” Darah keluar dari hidung Risa.”Eh, hidung loe tuh!” Gue narik tangan Risa ke kamar mandi. Gue ngebantu Risa bersihin hidungnya.
“Penyakit loe aneh amat ya!” Gue mulai nyeletuk. Risa cuma diem, nahan sakit. Diluar, gue liat Dizha malah nemplok ditembok. “Sak bodo amat, lah.gue kagak ngerti sama urusan mereka.” Zzzzz, HP Risa bergetar.Nelly s ama Reza kecelakaan, dirawat di RSUD. Gawat Darurat.Risa kelihatan panik. Lalu, ia lari keluar rumah hendak mengendarai motor. Gue sengaja ambil HP Risa yang ditinggal.
“Ha!” Mata gue hampir keluar, tapi tanpa ekspresi ketakutan seperti yang dialami Risa.
“Mampus!” Gue langsung nyeret Dizha pergi ke Rumah Sakit. Karena gak ada motor dan tukang ojek, jadilah gue sama Dizha naek angkot. Meski pelan yang penting slamet. Selama di perjalanan, Dizha nyandarin kepalanya dipundak gue, persis kayak orang stres yang kepalanya pusing tujuh keliling muter-muter.
Sampe di rumah sakit, gue lihat keadaan Risa hampir sama kayak keadaannya Dizha. Dibalik tiang, penopang bangunan, gue liat sosok Reza penuh luka bekas tabrakan. Gue sempet deketin. “Heh, kok loe sama Reza bisa kecelakaan?”
”Kejadiannya itu tiba-tiba, pas gue mau nyelip mobil yang ada didepan, tiba-tiba ada motor nubruk gue. Dan jadilah kejadiannya kayak gini.” Terang Nelly.
Dokter keluar dari ruangan. “Keadaannya buruk.”
Risa ngedeketin itu, dokter. “ Maksudnya, Dok?”
”Kami tidak dapat menyelamatkan hidupnya.”
Dari arah belakang, perawat-perawat yang tadi ikut melakukan operasi di Unit Gawat Darurat, keluar membawa kereta dorong yang ternyata ada Reza seperti tertidur dibalik kain, pertanda bahwa ia telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Gue lihat Risa bener-bener ngerasa kaget, tapi gak berani untuk menghalangi perawat-perawat itu membawa jasad Reza ke kamar mayat. Dia juga nggak banyak tingkah, seperti merelakan tapi bener-bener kaget. ”Innalillahi wainnalillaihi roji’un.” Risa bener-bener rela.Dizha sempet ngeliatin Tyo sebentar, tapi Tyo nepis jauh-jauh tatapannya Dizha. Dan buat suasana di Rumah Sakit pas kejadian itu kayak nungguin hasil perjanjian sama mayat-mayat hidup yang pengen ngebuat hidup kita semua persis plus mirip kayak diuber-uber dosa. * * *”Udah deh mending kita nganter sampe sini aja!” Gue mencoba memberi saran yang terbaik. Risa mengangguk.”Gue nggak pernah nyangka, Reza akan pergi secepat ini. Padahal, kemarin sebelum kejadian itu, Reza masih nge-support gue untuk maju terus supaya bisa jadi penyanyi terkenal. Dia sempet bikin lagu buat gue. Tapi, keburu judulnya aja, Ia Dihidupku.” Nggak lama setelah Risa ngomong begitu, Tyo keluar bersama rombongan pengiring jenazah. Tanpa basa-basi, nyapa Dizha, atau senyum buat gue,.Tuh dua anak manusia ,Dizha sama Risa langsung mengendarai motornya entah kemana.
* * *Dua minggu setelah kematiannya Reza, Risa makin rajin ikutan acara olah vokal disekolah, tapi dia jadi lebih pendiam dari biasanya. Sedangkan Dizha yang tadinya cerewet, jahil, dan nggak bisa diem, sekarang kebolak 180°.Tapi, Dizha punya kesibukan sendiri di ICT. Hh, tinggal gue doang yang belum punya ide untuk ngambil tema yang cocok buat hobby photography gue. Karena, minggu dengan gue pengen ikutan lomba photography. Jadilah, gue pergi ke TMII. Gue berharap bisa dapet tema yang bagus hari ini. Sejam lebih sepuluh menit, gue ngider-ngider naek sepeda tapi kagak ada yang cocok sama imajinasi gue. Akhirnya, gue duduk ditugu depan anjunganSulawesi Utara. “Gue mau ngirim foto apaan neh?” batin gue udah mulai putus asa. Gue nengok kekiri. Kaget, senyum sendiri, dan otak gue nyala penuh ide karena kagum ngeliat peristiwa yang ada didepan gue.
“Gue belon pernah liat tuh tarian Suku Asmat ngundang Santa Claus. Mana Santa Clausnya aneh lagi.” Gue mulai koment. Gue ngedeketin rombongan-rombongan penari tarian gazebo (Ga jlas boo) itu, trus gue abadikan dalam kamera. Pas ada kesempatan, gue suruh aja bule yang lewat untuk motoin gue, bareng club Tarian Suku Asmat modern itu, ehm, mungkin tepatnya kayak teater. Jam sembilan acaranya selesai. Spontan, gue langsung nyerbu penari-penari itu. “Kalian tadi nari apa sih? Kok ada Santa Claus aneh yang ikutan pentas disitu?” Gue jadi penasaran karena gue belon pernah ngeliat tarian modern kayak gitu.seumur-umur mata gue udah bisa ngeliat dunia dengan jelas (masa sekarang yang gue lihat nggak jelas gini hehehehe). ”Kita nari tarian Selamat Datang khas Irian.” jawab salah seorang personilnya.”Lah, itu! Santa Clausnya dateng darimana?” Yang namanya Mahmud mengangkat bahunya. “Orang dia dateng sendiri trus si Wendi mau ngejar-ngejar gara-gara gak ada diskenario, eh yang laennya kebingungan mesti ngapain. Akhirnya tariannya kacau,tapi malah pengunjung jadi minat gara-gara ada Santa Claus aneh yang sebenernya lebih mirip rusa Santa Claus daripada Santa Clausnya.” ”Oh, mungkin dikiranya kita lagi pertunjukan barongsai ala Papua, kali.” cetus Rahman tertawa terbahak-bahak.”O, ya, trus Santa Clausnya mana?& gue berniat mau nguber tuh Santa Claus.
“Tuh!” tunjuk Wendi kearah rumah makan disamping anjungan.Gue foto tuh Santa Claus dari jauh dan berusaha untuk ngedeketin.karena gue lihat dia lagi ngobrol-ngobrol ama pelatih anak-anak tadi. Begitu si pelatih ngasih amplop, tuh Santa Claus pergi. Arahnya sih ke danau. Gue coba nyusul dan langsung menjulurkan tangan gue kedepan badannya. Tuh manusia benerin topengnya, seperti orang yang nutup-nutupin mukanya karena takut akan sesuatu.
“Cassandra!” Dengan lantang gue menyebutkan nama gue.Santa Claus itu menutup mulutnya dan berdeham beberapa kali baru menyalami tangan gue. “Nohara Sinoshuke.” sembari menggoyangkan badannya. Gue diem dan berusaha tenang menahan emosi.”Gue serius ! “ Cetus gue.udah gitu manusia Santa Claus nengok sebentar trus ketawa-ketawa nggak karuan.
“Astaghfirullah hal’adzim. Ada ya, manusia kayak dia.” Gue mulai dongkol dan ngebiarin objek photography gue berlalu, karena gue berharap dia berubah pikiran.
“Heh, mau lu apa?” Teriak manusia Santa Claus.
“Gue pengen lu jadi objek photography gue.” Bales gue sambil kerlingin mata (Ting,,)
“Ada bayarannya gak?”
Gue langsung deketin. “Tapi, gue gak berani ngasih tinggi.”
Dan dari Kutub Utara di ujung dunia. Gila aja, ada gitu Santa Claus yang miskin? Ihk, siapa juga yang peduli sama masalah kemiskinan yang dialami Santa Claus di Kutub Utara? Secara, menurut legenda orang-orang Nasrani, setiap tahun Santa Claus selalu ngasih kado untuk anak-anak berkelakuan baik diseluruh dunia, itu berarti bahwa Santa Claus adalah seorang yang kaya raya dan dermawan,,seharusnya!? “ Memangnya, foto gue mau diapain? “Pertanyaannya membuyarkan lamunan gue.“ Gue pengen ikutan lomba photography yang akan diadakan minggu depan. “
Seketika suasana hening! tuuttttttt….
Gue memukul meja dengan keras untuk menarik perhatiannya.Dia nyemburin minumannya. ” Upss,Sorry, gue Cuma mau tanya, nama lu siapa? “ “ Emangnya nama gue penting? .”
Gue ketawa sedikit biar tuh manusia gak marah dan menganggap kalau gue itu bercanda.
“Udah, ah. Gue mau pergi “. Seraya mengambil minuman, lalu menyedotnya dan pergi gitu aja.Teng..Teng..Teng..Teng..Teng..Teng..Teng..Teng..Teng..Teng..Teng..Teng.. Tepat jam 12 siang. Kayak Cinderella tengah bolong bunyi lonceng jam-nya. Gue jeplak, ngasih judul photography tentang Santa Claus itu. Gue balik ke rumah dan langsung nyuci film di Ronggeng Fotography.Katanya, paling cepat jadi nanti malam. Akhirnya, gue pulang.Baru nutup pintu Ronggeng Fotography.
Dizha udah menyapa gue.“Bareng gue aja, Dra!”Pintanya. Tanpa basa-basi gue boncengan naik motor bareng Dizha. Sampai di kamar gue, Dizha langsung tidur dan yang gue lihat, dia seperti orang yang punya masalah menggantung, belum terselesaikan. ……ZzZzZzZzZzZz……HP Dizha bergetar, tapi Dizha malah berbalik arah tidur. Gue ambil HP-nya dan membaca nama si penelepon Tiba-tiba begitu gue angkat teleponnya, si penelepon langsung mematikan teleponnya.”ARYA”. Lama-kelamaan gue tertarik untuk mengutak-atik HP Dizha. Didaftar kontak, masih ada nama TYO terpampang diatas nama Cina. Gue ganti tuh nama jadi TOY. Dibagian catatan, gue tulis sebuah petuah “Lupakan nih manusia “. Dibagian pesan, gue lihat ada folder dengan nama TOY. Karena penasaran, gue buka aja tanpa menunggu persetujuan dari Dizha. Ada sepuluh message. 1.Malam, gi ngapz2.Hhehe J sama, o, ya ku dengar kamu lagi dekat ama Arya? 3.Ada deh, lagipula kemarin ku lihat kamu lagi jalan ama dia di kaf. tempat Risa sering nyanyi4.Kok nggak ngajak aku aja? Trus, yang sebelumnya di mall?5.Temanku yang lihat. Sekarang kamu jarang sms-an/hubungi aku. Kemana aja? 6.Oo7.Sedikit8.Aku mau ngomong sesuatu9.Sebenarnya, yang lihat kamu jalan ama Arya di mall, itu aku10.Aku punya buktinya. Kata teman-teman di sekolah kamu, kamu memang deket ama Arya dan sering jalan bareng. Makanya kamu jarang ketemuan atau sms atau hubungan aku lagi. Sebenarnya aku pengen putus. Aku suka ama cewek lain, dan sekarang udah jadian!!!!!!
Mata gue hampir keluar, kaget. TOY udah jadian? Batinku mulai bergejolak. Tiba-tiba Risa datang saat gue sedang asyik tertegun. Ia membanting pintu keras-keras hingga Dizha terbangun.Buru-buru, gue matiin HP-nya dan menyimpannya dibalik bantal yang dipakai tidur Dizha. Risa agak kaget begitu melihat Dizha, tapi dia mencoba untuk tenang. “ woiii, gue boleh gabung ya? “ Kata-katanya Risa agak gugup.“ Lu kenapa, Ris? “ Gue mencoba menenangkan.Risa kelihatan sumringah.”Gue dapat tawaran rekaman”.Katanya senang sembari meletakkan sebuah map merah di kasur. HP-nya berdering, lalu ia pergi keluar kamar.
Nggak lama kemudian, Risa berpamitan.
“ Gue pergi ke kafe dulu ya. Teriaknya. Gue ama Dizha hanya diam. Nggak lama setelah Risa pergi, Dizha membuka map yang isinya lirik lagu yang diketik diselembar kertas HVS ukuran A4. IA DIHIDUPKUTakkan ku lupakanHal yang pernah kita jalaniKan ku ungkapkan meskipun hanya untuk lihat kau bahagiaMeraih mimpi didalam hatinyaOh, hidupku.. Oh, hidupku.. Jalani bersamakuCerita indah yang kau ingini padanyaOh, hidupku.. Oh, hidupkuLupakanlah dirinyaLihat diriku yang lebih baik darinyaBy : TYO

Dizha kaget, sepertinya menahan tangis. Gue langsung merebut map itu dan menyeret Dizha untuk menemui Tyo ditempat dia biasa nongkrong.
Gue mondar-mandir ke tempat yang gue yakini sebagai tempat nongkrongnya.ternyata Tyo nggak ada.Gue bolak-balik nanya sama teman-temannya, lalu menuju satu tempat yang gue dan Dizha sering kunjungi. Ternyata, dia ada di kafe, tempat Risa nyanyi. Gue melabraknya, lalu menyiramnya dengan air. Dia bangkit dan meminta penjelasan.
“ Apa-apaan nih? “Teriaknya.Gue langsung nyamber duluan. “ Jadi, maksud lu mutusin Dizha karena lu jadian sama Risa “.Teriak gue keras sambil menyerahkan map merah ketangan dia. Risa datang mendekati kita yang ribut sambil garuk-garuk kepala.
“ Duh, Tyo tuh megang amanahnya Reza untuk melanjutkan lagu “Ia Dihidupku” untuk gue. Kan gue udah cerita ama lu, Dra? “Jelas Risa. Gue menunduk, mencoba mengingat-ingat dan akhirnya gue minta maaf ke Tyo.”Maaf ye!”Tyo menyalami gue kasar. Dia seperti orang yang menutupi sesuatu.
“ Ya udah nggak ngapa.udah terlanjur juga di guyur air. Lupain aja .”***Minggu sore, gue mengambil hasil cetakan foto di Ronggeng Fotography.lalu berangkat ke TMII untuk menemui Santa Claus itu untuk melihat hasil cetakannya. Gue sih berharap bisa ketemu ama dia.
Gue mulai ngider-ngider nyari tuh Santa. Di Anjungan Kalimantan Timur, Tyo nyapa gue.“ Heh, ngapain lu disini?“ Sapanya. “ Lah, lu sendiri ngapain disini? “Gue balas nanya. Tyo diem.
“ Gue mau cari badut yang kemarin gue foto.”Jelas gue sembari mengayuh sepeda meninggalkan Tyo.Tyo menyusul gue.“Maksud lu, badut yang mirip rusa dan punya nama Nohara Sinoshuke ?” Ucap Tyo.Tyo mengucapkan nama Nohara Sinoshuke dengan logat yang sama, yang pernah diucapkan Santa Claus yang gue temui bareng rombongan penari-penari Suku Asmat itu. “ Heh, lo kok tau ?” Gue terkejut.”Ya, iyalah, kan gue yang jadi Santa Clausnya.” Jelasnya.Gue makin bingung dan mengejar dia. “ Heh, Tyo. Maksud lu apa?”Dia makin mengayuh sepedanya dan suaranya masih sempat gue dengar sebentar.
“Gue demen ama elu, Dra. Gue demen sama lu…………..”Gue makin panik dan coba mengejar Tyo.” Maksud lu apa,Cumi arab?” Gue teriak sekeras-kerasnya.nggak peduli di sepanjang jalan banyak orang yang memperhatikan kita berdua .
_ SELESAI