Minggu, 21 Februari 2010

Ada apa

“Ada apa ? Kenapa kamu menangis ?”

Pertanyaan itu membuatku tertegun. Perlahan aku mendongakkan kepalaku, dan melihat seorang gadis cantik telah berdiri di hadapanku. Merasa malu, aku segera mengusap air mataku.

“Ti.. tidak kok, aku nggak nangis. Mataku cuma kelilipan kok.”

Gadis itu tersenyum lembut, lalu duduk di sisiku sambil berkata, “Nggak usah merasa malu. Dalam hidup ini, banyak hal yang terjadi; Baik suka maupun duka. Kalau kita sedang bahagia, kita akan tertawa lepas, dan jika sedih, maka kita akan menangis. Itu adalah hal yang wajar khan ?”

Mendengar kata-kata lembut yang diucapkannya, entah mengapa aku tidak sanggup lagi menahan rasa sedih yang terasa sangat menyesakkan dada. Tangisku-pun meledak. Akhirnya, setelah tangisku agak mereda, barulah gadis itu berkata, “Nah, terasa lebih baik khan ? Aku takkan memaksamu, tapi kalau kamu ingin melepas bebanmu, aku akan siap mendengarkan ceritamu.”

Awalnya aku cuma diam saja, tetapi tak lama kemudian, aku mulai menceritakan mengenai masalah yang menyebabkan aku menangis; Mengenai kenyataan pahit yang akhirnya kuketahui, bahwa sebenarnya aku bukanlah anak kandung dari kedua orang tuaku.

“Apakah kenyataan itu begitu menyakitkannya bagimu ?”

Aku memandang wajah gadis itu dengan bingung.

“I.. itu jelas khan ? Padahal selama ini aku merasa sangat bahagia, punya orang tua yang sangat menyayangiku. Tapi semua itu ternyata..”, perlahan air mata mulai mengalir lagi di pipiku, “.. cuma kebohongan belaka !”

“Apa kamu nggak sayang sama papa dan mama ?”

“Tentu saja sayang. Tapi khan...”

Gadis itu langsung memotong kata-kataku, “Kalau memang kamu sayang pada mereka, dan mereka juga sayang padamu, kenapa kamu merasa sedih ? Tidak jadi masalah, apakah mereka orang tua kandungmu atau bukan, tapi setidaknya kamu masih punya orang yang menyayangimu. Pernahkah kamu pikirkan, bagaimana rasanya tidak punya orang tua ?”

Mendengar kata-kata gadis itu, aku tertegun. Perlahan aku memandang ke arahnya, dan wajah gadis itu terlihat sedih.

“Maaf, hal itu.. sama sekali tidak terpikir dalam benakku. Mungkin kakak benar, aku seharusnya masih bersyukur, masih punya orang tua yang menyayangiku, walau bukan orang tua kandung.”

Tiba-tiba dari belakang, terdengar suara yang memanggilku, “Michael ! Rupanya kamu ada disini.”

Kami berdua menengok, dan ternyata ibuku telah berdiri tak jauh dari tempat kami duduk. Gadis itu kembali tersenyum.

“Nah, betul khan yang kubilang ? Mereka menyayangimu, karena itu pasti mereka khawatir.”

Aku mengusap air mataku lagi, lalu berusaha tersenyum.

“Iya. Terima kasih ya Kak, sudah menghiburku.”

Lalu aku-pun berlari ke tempat ibuku berdiri.

“Namamu Michael ya ?”, suara gadis itu menahanku. Aku berhenti sejenak, menengok kembali ke arah gadis itu.

“Michael, apakah kita bisa bertemu lagi di tempat ini tahun depan, pada hari yang sama ?”

Aku mengangguk dengan penuh semangat, “Pasti !”

... Dan akhirnya aku sadar, bahwa hari itu adalah tanggal 14 Februari, yaitu Hari Valentine...


Beberapa tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi tidak sekali-pun aku kembali ke tempat tersebut. Aku telah melupakan kejadian itu. Barulah hari ini aku kembali teringat, ketika melewati tempat itu lagi. Tetapi aku terkejut, melihat bekas-bekas kecelakaan di situ. Dan di sebuah sudut, aku melihat seorang gadis sedang meletakkan karangan bunga. Ketika menengok, aku terkejut menyadari bahwa wajah gadis itu mirip dengan gadis yang pernah menghiburku dulu.

“Maaf, apa Anda masih ingat saya ? Anak kecil yang dulu menangis disini ?”

Gadis itu memandangku dengan bingung.

“Tidak. Anda siapa ?”

“Oh, bukan ya ? Maaf, mungkin saya salah orang.”, aku-pun segera berbalik hendak pergi.

Tiba-tiba gadis itu menahanku sambil berkata, “Tu.. tunggu ! Jangan-jangan kamu.. anak laki-laki yang pernah diceritakan oleh kakak ? Tadi kamu bilang dulu kamu pernah menangis disini khan ?”

“I.. iya, benar. Anda tahu mengenai saya ?”

“Begitu rupanya.”, gadis itu tersenyum pahit, “Hidup ini benar-benar ironis ya ?”

Lalu gadis itu mulai bercerita. Ternyata gadis yang ketika itu menghiburku, adalah kakak gadis ini. Dan di Hari Valentine itu, sebenarnya Sang kakak baru saja ditolak oleh pemuda yang disukainya. Tetapi ketika pulang, sama sekali ia tidak terlihat sedih. Sang kakak bercerita tentang seorang anak laki-laki yang sedang menangis akibat mengetahui dirinya bukan anak kandung. Ketika itu Sang kakak merasa, daripada terus bersedih, lebih baik melihat sisi baik dari kejadian yang menimpanya.

“ ‘Sebenarnya, anak laki-laki itulah yang telah menolongku. Dan tahun depan, kami sudah janji ketemu di tempat itu.’ Itulah yang dikatakan kakak waktu itu. Setiap Hari Valentine sejak itu, kakak selalu menunggumu di tempat ini.”

“Aku benar-benar lupa, maafkan aku. Lalu, dimana kakakmu sekarang ?”

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah bunga yang ditaruhnya di sudut.

“Tiga tahun lalu, seorang pengemudi truk yang mengantuk menabrak tempat ini, tepat saat kakakku sedang menunggumu seperti tahun-tahun sebelumnya.”

Bola mataku terbelalak.

“Ja.. jadi kakakmu sudah...”, aku merasa lidahku kelu, dan tak sanggup melanjutkan kata-kataku.

“Sebenarnya sejak kecelakaan itu, aku selalu merasa takut datang ke tempat ini. Tapi kemarin malam aku bermimpi ketemu dengan kakakku, dan ia minta aku datang ke sini.”, gadis itu-pun melihat ke arahku sambil tersenyum sedih, “Rupanya aku bertemu denganmu.”

Aku-pun terdiam, merenung.

“Mungkin, takdir mempertemukan manusia dengan cara yang aneh. Penyesalan memang tidak berguna, tapi kita harus tetap menatap masa depan. Benar begitu khan, Kak ?”
Aku menghela nafas, lalu bertanya, “Hari sudah sore, apa kamu mau makan denganku ?”

0 komentar:

Posting Komentar